BAB
I
PENDAHULUAN
Tiap
saat masalah kesehatan didiskusikan, tiga konsep selalu muncul. Konsep tersebut
adalah : akses, biaya dan mutu. Tentu saja, akses mencakup aksesfisik, keuangan
dan mental atau intelektual terhadap perawatan dan layanan kesehatan yang
tersedia. Masalah keterjangkauan dan efisiensi juga merupakan hal yang penting.
Namun, layanan yang disediakan dalam suatu institusi kesehatan harus memiliki
karakteristik tertentu, disamping persoalan keterjangkauan dan ketersediaan.
Karakteristik itu harus mencakup elemen dan karakteristik mutu. Elemen kepuasan
konsumen sebenarnya merupakan sebenarnya merupakan yang terpenting. Jika
konsumen (sipasien) tidak puas dengan layanan yang diberikan, dia tidak akan
mencari layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, mudah
didapat dan mudah dijangkau. Oleh karena itu, mutu layanan yang ditawarkan
merupakan hal yang penting dalam layanan kesehatan. Namun, mutu harus berasal
dari persfektif konsumen karena mutu layanan merupakan jasa yang diterima oleh
konsumen layanan tersebut.
Jadi
apa sebenarnya mutu itu? Apakah sesuatu yang luar biasa? apakah sesuatu yang
terbaik? Apakah sesuatu layanan yang mahal? Belum tentu demikian. Mutu dapat
berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan cara yang
paling efisien dan efektif, dengan penekanan untuk memuaskan pembeli atau
konsumen. Mutu tidak selalu berarti cara yang paling mahal untuk melaksanakan
segala sesuatu. Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan
efisiensi dan penghematan biaya.
Mutu
tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang mahal. Namun, mutu merupakan
sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif dan
aman sehingga harus terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian mutu pelayanan kesehatan
Beberapa
definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
·
Mutu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata
serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul
Azwar, 1996).
- Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
- Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :
1. Penampilan yang sesuai atau pantas
(yang berhubungan dengan standart) dari suatu intervensi yang diketahui aman,
yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkanpada kematian, kesakitan, ketidak mampuan
dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).
- Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian.
- Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.
- Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
B. Pengertian Dasar Manajemen Mutu
Terpadu
Manajemen
Mutu Terpadu (MMT) merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem
manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam
budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Ada empat prinsip utama dalam MMT :
1. Kepuasan pelanggan
Dalam
MMT, konsep mengenai kualitas dan pelanggan mengalami perluasan. Kualitas tidak
lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan
internal, pelanggan eksternal dan intermediate. Kebutuhan pelanggan diusahakan
untuk dipuaskan dalam segala aspek termasuk di dalamnya harga, kenyamanan, keamanan,
dan ketepatan waktu.
2. Penghargaan
terhadap setiap orang
Dalam
organisasi kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang
memiliki bakat dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan
merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap
orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk
terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Organisasi
kelas dunia berorientasi fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu
didasarkan pada data dan informasi, bukan sekedar perasaan (Feeling). Ada
dua konsep pokok berkaitan dengan hat ini. Pertama, penjenjangan prioritas (prioritization)
yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek
pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh
karena itu, dengan menggunakan data dan informasi maka manajemen dan tim dalam
organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep
kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistki
dapat memberikan gambaran mengenai sistem organisasi, dengan demikian manajemen
dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar
dapat sukses, setiap organisasi perlu melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah
siklus PDCA (plan-do-check-action), yang terdiri dari langkahlangkah perencanaan,
pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan
korektif terhadap hasil yang diperoleh. Definisi mengenai MMT mencakup dua
komponen, yakni apa dan bagaimana menjalankan MMT. Yang membedakan MMT dengan
pendekatanpendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen bagaimana
tersebut.
C. Dimensi
mutu
Mutu layanan
kesehatan bersifat multidimensi, antara lain:
·
Dimensi Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis
menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan
kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan
mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi
ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi
kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan
kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang
dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
·
Dimensi Keterjangkauan atau Akses
Artinya layanan kesehatan harus
dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial,
ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya
perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain
yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial
atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan
itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi
berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi
ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan
kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien
harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh
pasien.
·
Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif,
artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah
terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas
layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu
digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya
standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi,
sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas
agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi. Dimensi efektivitas berhubungan
erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam
menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat
dalam standar layanan kesehatan.
·
Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat
terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam
layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak
pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya
mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko
yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan
efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
·
Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan
kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya,
termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi
yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap,
akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat
terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
·
Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan
kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat
sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera,
infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu
prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
·
Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak
berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi
kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali
ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan
pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
·
Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu
harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana
dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi
informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
D. Manfaat
proram penjaminan mutu
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang
dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam
menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian
masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai
dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Adapun manfaat dari program jaminan mutu :
Adapun manfaat dari program jaminan mutu :
·
Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan
kesehatan.
Peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat di atasinya
masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
telah sesuai dengan kmajuan ilmu dan teknologi dan ataupun standar yang telah
ditetapkan.
·
Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan
kesehatan
Peningkatan
efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya
pelayanan kesehatan yang dibawah standar dan ataupun yang berlebihan. Biaya
tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan
kesehatan dibawah standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian
sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang
berlebihan.
·
Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperanan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperanan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
·
Dapat melindungi penyelenggara pelayanan
kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hokum Pada saat ini sebagai akibat
makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat
juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap
penyelenggara pelayanan kesehatan, antara lain karena ketidak puasan terhadap
pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang
sebaik-baiknya. Dari uraian ini, mudah dipahami bahwa terselenggaranya program
menjaga mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang amat besar dalam
melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan
hukum, karena memang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah terjamin
mutunya
E.
Syarat
pokok pelayanan kesehatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan
yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
·
Tersedia
dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan
kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat
(available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh
masyarakat.
·
Dapat
diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan
kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat
serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan
masyarakat dan bersifat wajar.
·
Mudah
dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan
kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.
Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan
demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana
kesehatan menjadi sangat penting.
·
Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan
yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian
keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di
sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini
harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya
kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
·
Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan
yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah
yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.
BAB III
PEMBAHASAN
Keragaman
lingkungan Indonesia dan populasi tantangan besar untuk pelayanan yang efektif.
Karena pengeluaran kesehatan dipandang sebagai bagian integral tujuan
kesejahteraan sosial, pemerintah tiga kali lipat dalam hal real antara 1979 dan
1983. Sebuah ekspansi infrastruktur kesehatan dasar sedang berlangsung, yang
pada awalnya difokuskan pada rumah sakit dan kemudian pada tingkat primer
fasilitas. Pembangunan kedua didasarkan pada seragam fasilitas per-populasi
rasio. Hasilnya hari ini adalah jaringan nasional lebih dari 7.000 pusat
kesehatan dan 21.000 subcenters yang berfungsi sebagai titik kontak pertama dalam
sistem kesehatan masyarakat.
Kebijakan
sumber daya manusia difokuskan pada staf jaringan ini fasilitas publik. Tetap
staf per-fasilitas rasio yang diterapkan menurut jenis fasilitas dan geografis
region.3 Para wilayah geografis utama adalah Jawa-Bali dan (lebih jauh) Luar
Jawa-Bali.4 Tantangannya adalah dalam menawarkan insentif yang cukup untuk
bekerja di fasilitas regional. Untuk mencapai dokter per-fasilitas rasio
sasaran, Depkes mengandalkan sistem lima tahun pelayanan wajib di pusat
kesehatan sebagai prasyarat untuk memperoleh layanan sipil-posting, lisensi
praktek, dan kelayakan untuk pelatihan khusus. Persyaratan Layanan ini kemudian
diperpendek menjadi tiga tahun untuk bekerja di daerah terpencil Luar
Jawa-Bali. Kombinasi insentif terbukti berhasil dalam meningkatkan ketersediaan
dokter di pusat kesehatan. Antara 1989 dan 1993, jumlah dokter per propinsi
meningkat rata-rata lebih dari 8 persen annually.5 Sebagian besar dokter,
bagaimanapun, pindah ke ibukota atau daerah perkotaan lainnya untuk pelatihan
atau praktek setelah service.6 wajib mereka demikian, mempertahankan sebuah
ditambah dokter-untuk-kesehatan-pusat rasio disajikan sebuah tantangan yang
berkelanjutan.
Selama
akhir 1980-an, Indonesia mengalami perubahan besar, di tengah krisis anggaran
internasional, harga minyak menurun, dan pembayaran utang meningkat. Komitmen
untuk memperluas jangkauan sistem kesehatan publik dipertanyakan dalam terang
keterbatasan anggaran. Pada tahun 1992 pemerintah memberlakukan kebijakan pertumbuhan-nol
untuk membendung perluasan layanan sipil. Untuk sektor kesehatan, kebijakan ini
tersirat perubahan besar dalam insentif untuk menyebarkan staf. Dokter yang
baru lulus tidak lagi dijamin layanan pasca sipil, sehingga menghilangkan
insentif utama untuk penyebaran sukarela untuk daerah terpencil. Sipil-layanan
akhir direkrut pada tahun 1991 kohort kesehatan wajib menyelesaikan pusat
layanan mereka pada tahun 1994 dan 1996 di daerah terpencil dan nonremote,
masing-masing.
Menghadapi
tuntutan untuk staf jaringan besar tingkat primer fasilitas, Depkes
mengembangkan program kontrak yang dielakkan pembatasan mempekerjakan dan
dokter langsung dialokasikan ke pusat-pusat kesehatan. Di bawah program
kontrak, lulusan baru diwajibkan untuk melayani tiga tahun di fasilitas primer
tingkat publik sebelum memenuhi syarat untuk mendapatkan lisensi praktek-mirip
dengan sistem perekrutan sebelumnya. Namun, Depkes yang ditawarkan insentif
finansial untuk bekerja di daerah terpencil daripada periode yang lebih pendek dari
service.7 wajib Meskipun upaya ini, kurang dari satu setengah dan
satu-sepertiga dari target MD staf pusat kesehatan dipenuhi di daerah sangat
terpencil dan terpencil.
Data dan Sampel
sumber utama dari data Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS) menerjunkan
dalam masyarakat dan rumah tangga pada tahun 1993 dan 1997. Survei mengumpulkan
informasi dari lebih dari 7.000 rumah tangga di setengah dari dua puluh enam
propinsi perwakilan dari 83 persen dari Indonesia population.9 Frame survei
untuk penyedia layanan kesehatan yang dihasilkan dari laporan rumah tangga
tentang pengetahuan penyedia rawat jalan yang tersedia. Pemilihan penyedia
didasarkan pada sebuah sample kemungkinan acak, dengan probabilitas seleksi
proporsional dengan frekuensi lokasi tertentu yang disebutkan oleh rumah
tangga. Tiga sampai empat fasilitas publik ditargetkan untuk wawancara di
setiap wilcah; tingkat respon melebihi 99 persen di kedua tahun. Analisis ini
berfokus pada data dari 992 fasilitas umum pada tahun 1993 dan 915 pada tahun
1997. Sampling untuk fasilitas sama di kedua tahun. Daripada panel fasilitas
yang sama, data menggambarkan penyedia perawatan kesehatan yang tersedia di
masyarakat yang sama pada dua titik dalam waktu.
Pengukuran
kualitas. Kami fokus pada penilaian kualitas teknis untuk perawatan prenatal
dan anak dan perawatan kuratif orang dewasa menggunakan skenario kasus klinis.
Sebuah skenario dibacakan satu penyedia layanan per fasilitas. Dia kemudian
mengajukan serangkaian pertanyaan tentang kegiatan yang dilakukan selama
mengambil sejarah, fisik, diagnostik, dan tindak lanjut. Pewawancara diberikan
daftar prosedur yang sesuai dengan pedoman klinis, dan tanggapan dievaluasi
terhadap pedoman. Skenario yang digunakan dalam IFLS yang diuji-coba sebelum
pelaksanaan, dengan pengamatan langsung untuk memastikan kejelasan dan
kesalahan pengukuran yang minimal. Metodologi Skenario kasus telah divalidasi
dalam settings.10 lainnya Tanggapan
diberi kode dengan menggunakan pedoman internasional dalam pertimbangan data
yang tersedia. Untuk perawatan pralahir, kriteria sembilan belas diidentifikasi
yang sesuai dengan prosedur untuk pengelolaan rutin pregnancies.11 Untuk
skenario penanganan kuratif orang dewasa, orang dewasa disajikan dengan batuk
dan demam. Sebelas kriteria untuk kasus ini sesuai dengan pedoman untuk
pengelolaan terpadu penyakit orang dewasa di lingkungan dari prevalence.12
tuberkulosis tinggi Untuk presentasi dari seorang anak dengan diare dan muntah,
dua belas kriteria diberi kode terhadap pedoman untuk pengelolaan terpadu
penyakit masa kanak-kanak. 13 Nilai baku dinyatakan sebagai jumlah dari
kriteria spontan disebutkan sebagai proporsi dari total. Nilai bertujuan untuk
menangkap pengetahuan tentang prosedur berbasis bukti untuk prenatal, kuratif
orang dewasa, dan perawatan anak kuratif. Untuk menguji kualitas relatif untuk
penyedia lain, kita standar nilai dengan rata-rata 0 dan standar deviasi (SD)
dari 1, dan variasi dalam kualitas yang dinyatakan dalam satuan SD.
Pengaturan
klinis, kualifikasi penyedia, dan kualitas struktur dasar. Kami menggunakan
data dari 1.907 pusat kesehatan masyarakat dan pusat kesehatan tambahan
berfungsi sebagai lini pertama dan menyediakan fasilitas rawat jalan dan
layanan pencegahan. Analisis ini digunakan laporan tentang tiga jenis utama
dari profesional kesehatan: perawat, bidan, dan dokter. Secara nasional, 60
persen perawat menerima pelatihan tingkat kejuruan setelah sekolah SMP,
sebagian besar memiliki sisa tiga tahun pasca-sekolah menengah diploma dari
akademi keperawatan. Berbasis fasilitas bidan memiliki setidaknya diploma tiga
tahun tingkat kejuruan di perawat-midwifery.14 Sebuah persen 81 diperkirakan
dokter dokter dengan empat tahun pelatihan sarjana muda, sisanya adalah
berbasis rumah sakit specialists.15 Selain staf, lainnya ukuran struktur
kesehatan masyarakat dalam analisis termasuk ketersediaan mikroskop berfungsi,
tempat tidur rawat inap, dan listrik.
Kesehatan
infrastruktur dan faktor sosial ekonomi di tingkat kabupaten, masyarakat, dan
tingkat rumah tangga. Kami termasuk serangkaian variabel kontrol mengenai
infrastruktur kesehatan dan sosial ekonomi dari IFLS dan data lainnya set.
Jumlah fasilitas kesehatan dan populasi berasal dari Survei Potensi Desa
Statistik pada tahun 1993 dan 1996 (Potensi Desa, atau PODES). Menerjunkan oleh
Biro Pusat Statistik Indonesia untuk mengumpulkan informasi mengenai
infrastruktur untuk perencanaan nasional, PODES mengumpulkan data dari semua
desa di Indonesia (sekitar 65.000). Kabupaten kekayaan diukur sebagai produk
domestik bruto kabupaten (PDB), seperti yang diperkirakan oleh Biro Pusat
Statistik, mengempis di seluruh daerah, dan dinyatakan sebagai nilai-nilai
rupiah Indonesia 1993. Pada tingkat masyarakat, survei IFLS mengumpulkan
berbagai data dari tokoh masyarakat mengenai infrastruktur lokal pada tahun
1993 dan 1997. Dari informasi ini, kami mengembangkan sebuah indeks
infrastruktur masyarakat mengukur proporsi masyarakat dengan pasar formal,
telepon umum, kantor pos, air minum terutama perpipaan, dan sistem pembuangan
limbah dan sampah.
Variabel
kontrol tingkat rumah tangga dari IFLS termasuk kekayaan, status kesehatan, dan
usia dan pendidikan. Kekayaan diukur sebagai pengeluaran rumah tangga per
kapita bulanan pada item makanan dan nonmakanan. Pendidikan ibu dan data umur
dikumpulkan dari perempuan yang mengalami kehamilan antara 1990 dan 1997. Data
pendidikan dan usia untuk semua orang dewasa dikumpulkan dari daftar rumah
tangga untuk sekitar 10.000 pria dan wanita usia delapan belas tahun dan lebih
tua setiap putaran. Analisis juga termasuk tinggi badan-banding-usia antara
anak-anak usia 36-60 bulan pada saat survei. Tinggi-untuk-umur dinyatakan dalam
satuan SD, atau z-skor, diturunkan dengan mengurangi tinggi badan masing-masing
anak dari Pusat Nasional untuk Kesehatan (NCHS) standar acuan Statistik median
dan membaginya dengan deviasi standar dari distribusi referensi untuk usia
tertentu dan sex.16 Analisis.
Kami pertama menilai perubahan dalam sumber daya manusia dengan wilayah.
Variabel tergantung adalah ketersediaan dokter, dinyatakan sebagai variabel
dikotomis, dan jumlah dokter, perawat, dan bidan, dinyatakan sebagai logaritma.
Kami memeriksa pusat kesehatan masyarakat secara terpisah, mengingat bahwa
kriteria staf yang berbeda menurut jenis fasilitas. Untuk mengidentifikasi
perubahan dalam sumber daya manusia independen dari faktor lain, termasuk
regresi tiga set utama kontrol: kriteria pemerintah untuk mengalokasikan staf
kesehatan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyortiran pekerja kesehatan, dan
status kesehatan masa lalu. Depkes
mengalokasikan staf kesehatan berdasarkan fasilitas tetap dan kriteria penduduk
menurut wilayah geografis, dan standar ini tetap tidak berubah sepanjang
1990s.17 Untuk mengambil kriteria ini, data tingkat kabupaten digunakan
mengenai jumlah fasilitas dan penduduk, di samping fasilitas- tingkat data
tentang tempat tidur rawat inap. Untuk mengontrol untuk alokasi sumber daya
manusia berdasarkan kebutuhan kesehatan, analisis status kesehatan termasuk
tertinggal yang diukur dengan tinggi badan-banding-usia z-skor untuk anak usia
36-60 bulan pada setiap putaran survei. Untuk menangkap penyortiran petugas
kesehatan ke lokasi kaya, regresi termasuk belanja rumah tangga bulanan dan
indeks infrastruktur masyarakat. Pengeluaran dan tinggi-untuk-usia data dari
survei rumah tangga dinyatakan sebagai alat masyarakat. Terakhir, kita termasuk
variabel dummy untuk gelombang survei kedua (1997-1998) untuk mengendalikan
perubahan sosial dan politik di Indonesia yang mempengaruhi semua masyarakat.
Semua model termasuk efek komunitas tetap, yang menyapu keluar dari regresi
karakteristik lain yang sama untuk semua fasilitas di suatu masyarakat.
Masyarakat tetap mengendalikan efek untuk alokasi sumber daya manusia
berdasarkan karakteristik stabil lainnya, seperti kualitas pusat pelatihan
regional dan standar kepegawaian oleh wilayah geografis. Jika petugas kesehatan
secara konsisten bermigrasi ke daerah perkotaan atau ibukota negara, efek tetap
juga kontrol untuk jenis ini bias migrasi. Untuk setiap variabel dependen, kami
melaporkan hasil dari istilah interaksi yang memperkirakan perubahan dalam
sumber daya manusia untuk daerah perkotaan dan pedesaan Luar Jawa-Bali dan
pedesaan Jawa-Bali pada 1997 dibandingkan dengan variabel dihilangkan dari
perkotaan Jawa-Bali. Analisis awal tidak menemukan perubahan signifikan dalam
staf dari waktu ke waktu di daerah perkotaan Jawa-Bali.
Set
kedua analisis meramalkan pengaruh sumber daya manusia pada kualitas perawatan.
Analisis ini dikombinasikan pusat kesehatan dan pusat kesehatan tambahan, mengingat
bahwa subcenters bergantung pada pusat-pusat kesehatan untuk dukungan teknis,
pengelolaan kegiatan, dan arahan. Analisis eksplorasi dikonfirmasi efek yang
signifikan pada kualitas untuk subcenters dengan akses ke dokter. Variabel
dependen dalam regresi adalah nilai kualitas untuk perawatan prenatal dan anak
dan perawatan orang dewasa kuratif dalam satuan SD dan sebagai nilai baku.
Variabel penjelas kunci masing-masing jenis kategori staf menyatakan: 0, 1, dan
2 atau lebih dokter, karena perawat dan bidan, cut-off variabel kategoris
adalah 0, 1, 2, dan 3 atau lebih banyak staf. Regresi ini dikendalikan oleh
faktor rumah tangga dan masyarakat, termasuk kabupaten PDB, pengeluaran rumah
tangga, infrastruktur masyarakat, usia, pendidikan, kualitas fasilitas
struktural, dan variabel dummy untuk putaran survei. Dalam memprediksi
penanganan kuratif orang dewasa, kita diganti usia ibu dan pendidikan dengan
usia rata-rata dan pendidikan untuk pria dewasa dan wanita dalam masyarakat.
Pendidikan dan usia dari data rumah tangga dinyatakan sebagai alat masyarakat.
Berbasis
masyarakat pelayanan kesehatan kurang bergantung pada teknologi dan peralatan
dari yang berbasis rumah sakit perawatan. Meskipun demikian, kami termasuk
ukuran kualitas ketersediaan-fasilitas dasar struktural dari tempat tidur rawat
inap, listrik, dan fungsi mikroskop-di samping jenis fasilitas. Serupa dengan
regresi lainnya, kami termasuk efek komunitas tetap untuk mengendalikan
faktor-faktor yang stabil dan waktu-varian yang sama bagi masyarakat. Hausman
dan F-test menunjukkan bahwa fixed-efek model yang efisien dan tepat. Untuk
mendapatkan perkiraan untuk penduduk yang mendasarinya, statistik deskriptif
digunakan untuk menyesuaikan bobot sampel-sampel selama lebih di daerah
perkotaan dan provinsi di luar Jawa; semua analisis disesuaikan untuk desain
survei cluster.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dua faktor yang menentukan mutu
pelayanan keperawatan/kesehatan, yaitu:
§ Peningkatan
dan pengembangan sumber daya manusia atau tenaga kesehatan (quality of care)
§ Penyediaan
sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan tugas (quality of services)
2.
Pelayanan keperawatan diberikan di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan di tingkat primer, sekunder, dan tertier.
3.
Pelayanan keperawatan sebagai sistem
dipengaruhi oleh input proses dan output.
4.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
5.
Pelayanan keperawatan berpengaruh dalam
pencapaian mutu pelayanan kesehatan.
6.
Pelayanan keperawatan berkontribusi
dalam pembangunan kesehatan nasional.
B.
Saran
Untuk mengatasi masalah kesehatan di indonesia maka ada baiknya dilakukan 4 strategi utama,
yaitu :
•
Menggerakkan
dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
•
Meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
•
Meningkatkan
sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
•
Meningkatkan
pembiayaan kesehatan
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Muninjaya,
Gde, A. 2001. Manajemen Kesehatan.
EGC : Jakarta.
2.
Mubarak,
ikbal, wahid, SKM dan Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Salemba Medika : Jakarta
3.
Koentjoro,
Tjahjono. 2007. Regulasi Kesehatan di
Indonesia. C.V Andi Offset. Yogyakarta.
4.
Rachmad,
habib. 2005. Pembangunan Kesehatan di
Indonesia. Gadjah mada Press : Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar