BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG
Perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan
lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar,
1998).
Disini penulis hanya akan membahas perdarahan
antepartum yang bersumber dari kelainan plasenta yaitu tentang plasenta previa
dan solusio plasenta dan pemeriksaan penunjang ultrasonography untuk mendukung
diagnosa. Perlu diketahui kematian perinatal terbesar karena perdarahan antepartum
adalah solutio plasenta (70%) dan plasenta previa (26,3%).
Perdarahan antepartum dapat berasal dari Kelainan
plasenta yaitu:
1.Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
2.Solusio plasenta (Abruptio
Placenta)
Solusio plasenta ialah terlepasnya
plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi
pada triwulan ketiga.
B.RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah definisi dari perdarahan hamil tua?
2.
Apakah penyebab dari perdarahan hamil tua?
3.
Bagaimanakah penanganan perdarahan hamil tua?
C.TUJUAN
1. untuk
mengetahui definisi perdarahan hamil tua.
2. untuk
mengetahui penyebab perdarahan hamil tua.
3. untuk
mgetahui penanganan perdarahan hamil tua.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi perdarahan hamil tua
Perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan
lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar,
1998).
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya
bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber
pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa
berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari Kelainan
plasenta yaitu:
1.Plasenta previa
a.Definisi
Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
Bukan dari kelainan plasenta
Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina,
dapat diketahui bila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama.
Kelainan yang tampak ialah :
1) erosio
portionis uteri
2) carcinoma
portionis uteri
3) polypus
cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.
A. Placenta Normal
B. Placenta Previa C. Placenta Akreta D. Solusio Plasenta |
b.Klasifikasi Plasenta Previa
Didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :
1)
Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta
2)
Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta
3)
Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada
tepat pada pinggir pembukaanPlasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya
abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir . Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan,
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
c.Etiologi Plasent Previa
Disamping masih banyak penyebab
plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan
sebagai etiologinya.
1)
Endometrium yang inferior
2)
Chorion leave yang persisten
3)
Korpus luteum
yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor
terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pda desidua yang menyebabkan atrofi
dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah Vili
Khorialis persisten pada desidua kapsularis.
d.Faktor-faktor Etiologi :
1.
Umur dan Paritas
a)
Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering
daripada umur dibawah 25 tahun
b)
Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
Di Indonesia, menurut Toha,
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang (inferior).
2.
Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia
muda
3.
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang,
bekas operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta.
4.
Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum
siap menerima hasil konsepsi.
5.
Kehamilan janin kembar,.
6.
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
7.
Kadang-kadang pada malnutrisi.
8.
Riwayat perokok.
e.Diagnosis dan Gejala Klinis
1. Anamnesis
a)
Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)
b)
Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang
2. Inspeksi/inspekulo
a)
Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
b)
Tampak anemis
3. Palpasi abdomen
a)
Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah
b)
Sering dijumpai kesalahan letak janin
c)
Bagian terbawah janin belum turun
4. Pemeriksaan USG
a)
Evaluasi letak dan posisi plasenta.
b)
Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
c)
Transabdominal ultrasonography
Suatu metode yang sederhana,
akurat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta, teknik ini memiliki
keakuratan hingga 93-98%. Pembiasan hasil dan positif palsu dapat terjadi pada
kontraksi fokal uterus atau distensi vesika urinaria.
d)
Transvaginal ultrasonography
Studi terbaru menunjukkan bahwa
metode transvaginal ultrasonografi lebih akurat dan aman dibanding metode
transabdominal ultrasonografi. Suaru penelitian studi, 26% pasien telah yang
didiagnosa dengan plasenta previa oleh metode transabdominal ultrasonografi
dinyatakan salah setelah dicek ulang dengan transvaginal ultrasonografi.
Sudut antara probe transvaginal
dan saluran cerviks diatur sedemikian rupa sehingga probe tidak sampai masuk ke
dalam servik. Beberapa ahli menyatakan probe dimasukkan tidak lebih dari 3 cm
untuk memberikan gambaran yang baik dari plasenta.
e)
Transperineal ultrasonography.
Transperineal ultrasonography
merupakan metode alternatif. Terutama pada kasus-kasus kontraindikasi pemasukkan
probe ke dalam kanal vagina. Tetapipemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mengetahui efikasi dan efisiensinnya.
f)
Magnetic resonance imaging (MRI.
MRI tetap merupakan cara yang
aman dan paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk menentukan
visualisasi plasenta akreta.
f. komplikasi Plasenta Previa
1. Prolaps tali pusat
2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan
manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kuretase
4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan
5. Perdarahan post partum
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak
7. Bayi prematur atau lahir mati
g. prognosis
Plasenta previa
Karena dahulu penanganan relatif bersifat
konservatif, maka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis
ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini
sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian
maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara,
dan trauma karena tindakan.kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan
atau tindakan.
2.Solusio plasenta (Abruptio
Placenta)
a.Definisi
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang
letaknya normal pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan
ketiga.
b.Klasifikasi Solusio Plasenta
1)
Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas
seluruhnya
2)
Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian
terlepas
3)
Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil
pnggir plasenta yang terlepas.
4)
Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar,
perdarahan dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.
5)
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi,
perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.
Secara klinis berdasarkan derajat terlepasnya
plasenta dan tanda klinik yang menyertainya, solusio plasenta dibagi :
a)
Solusio plasenta ringan
b)
Solusio plasenta sedang
c)
Solusio plasenta berat
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum
diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:
Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh
spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia
dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, Spasme hilang dan
darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi
sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang
lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang
plasenta disebut hematoma retroplasenter.
c.Faktor-faktor yang mempengaruhi
antara lain :
1.
Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum,
glomerulo nefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan darah tinggi, maka
pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma retroplasenter dan
plasenta sebagian terlepas.
2.
Faktor trauma:
a)
Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion
dan gemeli
b)
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
3.
Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi.
Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13
primi.
4.
Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan
uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
5.
Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan
lain-lain.
Solusio plasenta yang ringan, pada
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya
sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada
plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan karakter.
d. Diagnosis
Pada keadaan yang agak berat kita
dapat membuat diagnosis berdasarkan :
1.
Anamnesis
a)
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang
pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta
terlepas.
b)
Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan
sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan
darah.
c)
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
d)
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan
berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang
keluar.
e)
Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.
2.
Inspeksi
a)
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
b)
Pucat, sianosis, keringat dingin.
c)
Kelihatan darah keluar pervaginam.
3.
Palpasi
a)
TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma;
uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
b)
Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
c)
Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
d)
Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut
(uterus) tegang.
4.
Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila
denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100
dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.
5.
Pemeriksaan dalam
a)
Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
b)
Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol
dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.
c)
Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas
seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
6.
Pemeriksaan umum.
a)
Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
b)
Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
7.
Pemeriksaan Ultrasonography (USG).
Ultrasonography adalah suatu
metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus.
Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta
telah meningkat secra signifikan belakangan ini.
Tetapi bagaimanapun juga ini bukan
metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat
hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.
Solusio plasenta tampak sebagai
gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta
yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu
perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan
dengan plasenta.
Gambaran konsisten yang mendukung
diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta
(hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic
dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang
meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.
8.
Pemeriksaan laboratorium
a)
Urin
albumin (+); pada pemeriksaan
sedimen terdapat silinder dan lekosit.
b)
Darah
Hb menurun (anemi), periksa
golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena pada solusio plasenta
sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan
pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).
9.
Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir,
kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta
yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang
plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas
sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.
e. komplikasi
Solusio Plasenta
a. Langsung (immediate)
1)
Perdarahan
2)
Infeksi
3)
Emboli dan syok obstetrik
b. Komplikasi tidak langsung (delayed)
1)
Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik,
menyebabkan perdarahan postpartum.
2)
a/hipofibrinogenemia dengan perdarahan post
partum
3)
Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia
4)
kerusakan-kerusakan organ seperti hati,
hipofisis dan lain-lain
f. Prognosis
Solusio Plasenta
1.
Terhadap ibu
Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di
RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan
sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama
nekrosis korteks ginjal dan infeksi.
2.
Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%,
sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan
dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak
100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
3.
Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler
dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio
plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.
B. Penatalaksanaan
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28
minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan
persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun
penyebabnya penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas untuk transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali melakukan
pemeriksaan dalam dirumah penderita atau ditempat yang tidak memungkinkan
tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya
perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk
menghentikan perdarahan, malah akan menambah perdarahan karena sentuhan pada
servik waktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam shock, infus
cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah
sakit. Memasang jarum infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi shock akan
jauh lebih memudahkan transfusi darah, bila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan
darah harus segera diberikan walaupun perdarahanya tidak seberapa banyak.
Pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan
kecocokan dengan donornya harus segera dilakukan.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung
dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan
janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan.
Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui
atau menanggulangi kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan
yang terbatas. Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa
dilakukan pada pengawasan antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin
terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah
ibu dan calon donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk
bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan
mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.
Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami
perdarahan antepartum ialah para ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun, paritas
5 atau lebih, bagian bawah janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita
preeklampsia.
Penanganan Plasenta Previa
1. Penanganan Pasif
a)
Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show
(perdarahan inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun
baik rektal maupun vaginal.
b)
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin
masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37 minggu, bb<2500gr, maka
kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan
seperti spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.
c)
Sambil mengawasi
periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan
kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d)
Harus diingat
bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera
ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfusi darah.
e)
Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan
obat-obatan penambah darah
2.
Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan
persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a)
Jenis plasenta previa
1)
Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang
2)
Keadaan umum ibu hamil
3)
Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal
4)
Pembukaan jalan lahir
5)
Paritas atau jumlah anak hidup
Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan
faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan yaitu:
Persalinan
pervaginam
1. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah
cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam.
Indikasi :
·
Plasenta previa lateralis atau marginalis atau
letak rendah bila ada pembukaan
·
Pada primigravida dengan plasenta previa
lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih
·
Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
janin telah meninggal.
2. Memasang Cunam Willet Gausz
cara :
·
kulit kepala janin diklem dengan cunam willet
gaus
·
cunam
diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau
satu batu bata seperti katrol.
·
Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti
dan persalinan diawasi dengan teliti
3. Versi Braxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk
mencari kaki, supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki
menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol
dan diberi beban 50-100 gram (1 batu bata)
4. Menembus plasenta diikuti dengan versi
Braxton-Hicks atau Willet Gausz
Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena
menyebabkan perdarahan yang banyak.Menembus plasenta dapat dilakukan pada
plasenta previa totalis
5. Metreurynter
Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara
atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai lagi.
Persalinan
perabdominal dengan SC
Indikasi :
a. Semua
plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal
b. Semua
plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol
dengan cara-cara yang ada.
c. Semua
plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan
tindakan yang ada.
d. plasenta
previa dengan panggul sempit, letak lintang
Penanganan Solusio Plasenta
1. Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan
berhenti dan kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan
akan berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi
sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu/mengawasi
kita berikan:
a.
Suntikan morfin subkutan
b.
Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine,
cardizol, dan pentazol.
c.
Tranfusi darah.
Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah
kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan
menambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang
gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks
renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar
fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.
Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah
terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.
Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh
hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang
dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya
koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.
2. Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan
maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan
operatif dan obstetrik.
Langkah-langkah:
a.
Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin
kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:
1.
Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan
pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta
mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis
korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
2.
Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi
akan terjadi perdarahan yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau
dibiarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterin
dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.
b.
Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan
serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.
c.
Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan
kepala sudah turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan
ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah
embriotomi.
d.
.Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:
·
Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan
kecil.
·
Solusio plasenta dengan toksemia berat,
perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil.
·
Solusio plasenta dengan panggul sempit atau
letak lintang.
e.
Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi
afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah tau fibrinogen
tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan
kontraksi uterus yang tidak baik.
f.
Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak
terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
g.
Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa
kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada kehamilan setelah 28 minggu.
2.
Faktor-faktor
terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta,
ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.
3.
Pentingnya diagnosa secara dini membantu
penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.
4.
penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat
akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.
5.
Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
B. SARAN
Sebaiknya bidan lebih mengetahui
tanda gejalah dari perdarahan hamil tua agar bisa melakukan penanganan tepat
dan cepat agar ibu dan bayi terselamatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mauldin. 1994. Maternal Mortality in Developing
Countries a Comparison of rates from Two International Compendia, Population
and Development Reviews. Jakarta ; Medika. 20(2): 413-421
Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis
Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269-287. Jakarta ; EGC.
Saifuddin
AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-YBPSP.
Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum, Buku
Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.
Sarwono Prawirohardjo. 2002. Perdarahan Antepartum,
Ultrasonografi dalam obstetri, Ilmu kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.
Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition.
USA: McGraw-Hill. 2001.
0 komentar:
Posting Komentar