BAB I
PENDAHULUAN
1.
A. LATAR BELAKANG
Seperti yang kita
ketahui masa nifas adalah suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan
ibu dan anak,setelah melewati masa hamil dan melahirkan. Pada masa ini terjadi
banyak sekali perubahan-perubahan penting yang berpengaruh sekali pada Ibu.
Perubahan peran ibu memerlukan adaptasi yg hrs dijalani. Tanggung-jawab
bertambah dg hadirnya bayi yg baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi
setelah melahirkan.
Tugas bidan sebagai
tenaga kesehatan adalah memberikan asuhan yang tepat pada Ibu agar mampu
merawat bayinya maupun dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain lagi. Juga
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Ibu pada masa itu.
Adapun peran dan
tanggung jawab bidan dalam asuhan masa nifas antara lain :
1.
Mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi
yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu.
2.
Mengadakan kolaborasi antara orangtua dan keluarga.
3.
Membuat kebijakan, perencanaan kesehatan dan administrator.
1.
B. TUJUAN
2.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
3.
Melaksanakan skrinning secara komperehensif, deteksi dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
4.
Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu berkaitan denagn gizi,
menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya, perawatan bayi sehat dan KB.
5.
Memberikan pelayanan KB.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
A. PENGERTIAN
Masa nifas disebut
juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi
dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,sampai enam minggu berikutnya,
disertai dengan pulihnya kembali organ – organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya brkaitan saat
melahirkan.
Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terjadi
pada masa nifas adalah sebagai berikut :
1.
Periode immediate postpartum
Masa segera setelah
plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak
masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia,
tekanan darah, dan suhu.
1.
Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan,
serta ibu dapat menyusui dengan baik.
1.
Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling KB
1.
B. INVOLUSI DAN SUBINVOLUSI MASA NIFAS
2.
INVOLUSI
§
Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ
setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah
melahirkan ( hincliff, 1999 )
§
Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah
persalinan kembali kebentuk asal ( Ramali, 2003 )
§
Proses Involusi Uterus
Ischemi pada
miometrium disebut juga lokal ischemia
§
Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan
hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas
tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam
masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan
janin.
§
Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus
dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak
diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan
aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada
menjadi lebih baik.
§
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali
kepada ukuran semula.
Autolisis
§
Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena
adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10
kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali
mencapai keadaan semula.
§
Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan
hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah diketahui
adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian
di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu
mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih.
Aktifitas otot-otot
§
Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak
lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang pecah karena adanya
kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya
peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot-otot
tersebut menjadi lebih kecil.
§
Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah melalui 2 cara
yaitu :
1.
Kontraksi oleh ion kalsium
Sebagai pengganti
troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang
lain yang disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium
berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung
dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan
fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak
mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan
filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami
fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan
filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala
sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus
1.
Kontraksi yang disebabkan oleh hormon
Ada beberapa hormon
yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin,
vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada
membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan
depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada
keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan
depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi
kontraksi pada otot uterus. (Guyton, 2007)
Dengan faktor-faktor
diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain,
sehingga memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu
hancurnya jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang membesar.
Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan
tempat semula.
Adapun kembalinya
keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi
setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi
sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian
bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus
otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christian, 1996)
Williams menjelaskan
involusi sebagai berikut :
§
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh
suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya
tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini
sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari
tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium
dari kelenjar dan stoma yang tersisa di bagian dalam desidua basalis setelah
pelepasan plasenta.
§
Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan
sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya
kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi
dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera
mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu
masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak akan
mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier
reproduksi berakhir.
Involusi alat-alat kandungan :
1.
1. Uterus
Setelah bayi
dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan
menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada
bekas implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu post partum
tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima
post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10
fundus sukar diraba di atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus
uteri menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara berangsur-angsur menjadi
kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
1.
2. Bekas implantasi uteri
Plasenta mengecil
karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2
minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar,
1998)
Otot-otot uterus
berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara
anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka
yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan.
Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian
plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada
6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)
1.
3. Servik
Setelah persalinan,
bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk,
semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan
pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat
dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. (Sarwono, 2002)
1.
4. Ligamen-ligamen
Ligamen-ligamen dan
diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan
setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh
kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia
tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk
melakukan latihan-latihan tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat
diberikan fisioterapi. (Sarwono, 2002)
§
Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi
Proses involusi dapat
terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi uterus
antara lain :
1. Mobilisasi dini
§
Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot
setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang
tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini
menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan
jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran jaringan
otot-otot tersebut menjadi kecil.
2. Status gizi
§
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai
dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum
maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok
infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap
penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada
ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan
kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses
involusi uterus.
3. Menyusui
§
Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi
merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh darah
hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi sehingga
proses involusi uterus terjadi.
4. Usia
§
Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses
penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan
elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat.
Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka
hal ini akan menghambat involusi uterus.
5. Parietas
§
Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu
sering tereggang memerlukan waktu yang lama. (Sarwono, 2002)
§
Pengukuran involusi uterus
§
Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. (Manuaba,
1998)
§
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua
dan pengelupasan kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan
berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea. (Varney, 2004: 594)
2 SUBINVOLUSI
Subinvolusi adalah
kegagalan perubahan fisiologis pada sistem reproduksi pada masa nifas yang
terjadi pada setiap organ dan saluran yang reproduktif.
v Subinvolusi
dapat terjadi pada:
1.
1. Subinvolusi uterus
Subinvolusi
uterus adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/
proses involusi rahim tidak berjalan sebagai semestinya sehingga proses
pengecilan uterus terhambat.
Subinvolusi merupakan
istilah yang dipergunakan untuk menunjukan kemunduran yang terjadi pada setiap
organ dan saluran reproduktif kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada
kemunduran uterus yang mengarah keukurannya.
§
Tanda dan gejala
Fundus uteri letaknya
tetap tinggi di dalam abdomen/pelvis dari yang seharusnya atau penurunan
fundus uteri lambat.
1.
Konsistensi uterus lembek
2.
Pengeluaran lochea seringkali gagal berubah
3.
Terdapat bekuan darah
4.
Lochea berbau menyengat
5.
Uterus tidak berkontraksi
A.
Pucat, pusing dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi
§
Ø Penyebab
1.
Terjadi infeksipada miometrium
2.
Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta di dalam uterus
3.
Lochea rubra lebih dari 2 minggu post partum dan pengeluarannya
lebih banyak dari yang diperkirakan
§
Ø Terapi
1.
Pemberian antibiotika
2.
Pemberian uterotonika
3.
Pemberian tablet Fe
1.
2. Subinvolusi tempat plasenta
Yaitu kegagalan bekas
tempat implantasi untuk berubah.
§
Tanda dan gejala
1.
Tempat implantasi masih meninggalkan parut dan menonjol
2.
Perdarahan
§
Penyebab
1.
Tali pusat putus akibat dari traksi yang berlebihan
2.
Inversio uteri sebagai akibat tarikan
A.
Tidak adanya regenerasi endometrium di tempat implantasi
plasenta
B.
Tidak ada pertumbuhan kelenjar endometrium
1.
3. Subinvolusi ligamen
Yaitu kegagalan
ligamen dan diafragma pelvis vasia kembali seperti sedia kala.
§
Tanda dan gejala
1.
Ligamentum rotundum masih kendor
2.
Ligamen, fasia dan jaringan lat penunjang serta alat genitalia
masih kendor
§
Penyebab
1.
Terlalu sering melahirkan
2.
Faktor umur
3.
ligamen , fasia dan jaringan penunjang serta alat genitalia
sudah berkurang elastisitasnya.
1.
4. Subinvolusi serviks
Yaitu kegagalan
serviks berubah kebentuk semula seperti sebelum hamil.
§
Tanda dan gejala
1. Konsistensi serviks
lembek
2. Perdarahan
§
Penyebab
1.
Multiparitas
2.
Terjadi ruptur saat persalinan
3.
Lemahnya elastisitas serviks
1.
5. Subinvolusi lochea
Yaitu tidak ada
perubahan pada konsistensi lochea. Seharusnya lochea berubah secara normal
sesuai dengan fase dan lamanya postpartum.
§
Ø Tanda dan gejala
1.
Perdarahan tidak sesuai dengan fase
2.
darah berbau menyengat
3.
perdarahan
4.
demam,menggigil
§
Penyebab
1.
bekuan darah padaserviks
2.
uterus tidak berkontraksi
A.
posisi ibu telentang sehingga menghambat darah nifas untuk
keluar
B.
tidakmobilisasi
C.
robekan jalan lahir
D.
infeksi
1.
6. Subinvolusi Vukva dan Vagina
Yaitu tidak kembalinya
bentuk dan konsistensi vulva dan vagina seperti semula setelah beberapa hari
postpartum.
§
Ø Tandadan gejala
1.
Vulvadan vagina kemerahan
2.
Terlihat oedem
3.
Konsistensilembek
§
Ø Penyebab
1.
Elastisitas vulva dan vagina lemah
2.
Infeksi
3.
Terjadi robekan vulvadan vagina saat partus
4.
Ekstrasi cunam
1.
7. Subinvolusi perineum
Yaitu
tidakadaperubahan perineum setelah beberapa hari persalinan
§
Tanda dan gejala
1.
Perineumterlihat kemerahan
2.
Konsistensi lembek
3.
Oedeem
§
Penyebab
1.
Tonus otot perineum sudah lemah
2.
Kurangnya elastisitas perineum
3.
Infeksi
4.
Pemotongan benang catgut terlalu pendeksat laserasi sehingga
jahitan perineum putus.
Faktor-faktor penyebab
subinvolusi :
1.
Status gizi ibu nifas buruk
2.
Ibu tidakmenusui bayinya
3.
Kurang mobilisasi
4.
Faktor usia
5.
Parietas
6.
Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
7.
Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta dalamuterus
8.
Tidak ada kontraksi
9.
infeksi
1.
C. TAHAPAN PERUBAHAN LOCHEA
Lochea merupakan
ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea berupa darah dimana di dalamnya
mengandung trombosit, sel-sel tua, sisa jaringan desidua yang nekrotik (sel-sel
mati) dari uterus.
Proses keluarnya
lochea terdiri atas 4 tahapan :
1.
Lochia lubra ( cruenta ) : berisi darah segar dan sisa – sisa
selaput ketuban, sel –sel desidua ( decidua, yaitu selaput lendir rahim dalam
keadaan hamil ), vernix caseosa ( yaitu palit bayi, zat seperti salep
terdiri atas palit atau semacam noda dan sel – sel epitel, yang menyelimuti
kulit janin ), lanugo ( yaitu bulu halus pada anak yang baru lahir ), dan
meconium ( yaitu isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar
usus dan air ketuban, berwarna hijau kehitaman ), selama 2 hari pasca
persalinan.
2.
Lochia sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan
lendir. Ini terjadi pada hari ke 3 -7 pasca persalinan.
3.
Lochia serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah
lagi pada harimke 7 – 14 pasca persalinan.
4.
Lochia alba: cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2
minggu.
Lokia mempunyai bau
yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini lebih
terasa tercium pada
lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika
bercampur dengan
keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau
busuk yang menandakan
adanya infeksi.
Selain itu, kita juga
harus bisa mengenali jika terjadi tanda ketidaknormalan pada Lochia yaitu berupa
keluarnya cairan seperti nanah dan berbau busuk, Lochia yang seperti ini
disebut Lochea Purulenta. Loche Purulenta ini muncul jika terjadi infeksi. Di
samping Lochea Purulenta dapat juga terjadi suatu keadaan dimana pengeluaran
Lochea tidak lancar. Lochea ini disebut Lochea statis.
Klasifikasi Lochea :
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-4 hari
|
Merah kehitaman
|
Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
|
Sanguilenta
|
4-7 hari
|
Putih bercampur merah
|
Sisa darah bercampur lendir
|
Serosa
|
7-14 hari
|
Kekuningan/ kecoklatan
|
Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
|
Alba
|
>14 hari
|
Putih
|
Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
|
1.
D. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA NIFAS
1.
Perubahan sistem kardiovaskuler dan hematologis
Pada minggu ke 10-20
volume jantung mengalami peningkatan. Volume Plasma juga mengalami peningkatan
sejak usia kehamilan 6-8 minggu sampai dengan usia 32 minggu maximal 4700-5200
ml (sekitar 45 %). Peningkatan produksi sel darah merah (Red Blood Cell)
sekitar 20-30 %. Peningkatan volume sirkulasi sekitar 45 %
Peningkatan volume
darah pada akhir tekanan diastolik (Trimester II, awal Trimester III)
Selama kehamilan,
jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya atau biasa disebut
sebagai curah jantung (cardiac output)meningkat sampai 30-50%.
Peningkatan ini mulai
terjadi pada usia kehamilan 6 minggu dan mencapai puncak pada usia kehamilan
16-28 minggu
Oleh karena curah
jantung meningkat, maka denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat
(dalam keadaan normal 70x/menit menjadi 80-90x/menit).
Setelah mencapai
kehamilan 30 minggu, curah jantung akan menurun karena pembesaran rahim menekan
vena yang membawa darah dari tungkai ke jantung.
Selama persalinan,
curah jantung meningkat sebesar 30%. Setelah persalinan menurun sampai 15-25%
di atas batas kehamilan.lalu secara perlahan kembali ke batas kehamilan.
Pada Ibu dengan
penyakit jantung dapat jatuh dalam keadaan decompensate cordis. Yaitu suatu
keadaan patofisiologi dimana sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan.
Peningkatan curah
jantung selama kehamilan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan dalam
aliran darah ke rahim. Janin yang terus tumbuh menyebabkan darah lebih banyak
dikirim ke rahim ibu. Pada akhir usia kehamilan, rahim menerima seperlima dari
seluruh darah Ibu
Saat ibu melakukan
aktivitas/olahraga, curah jantung, denyut jantung, dan laju pernapasan menjadi
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sedang tidak hamil.
Pada Ibu Hamil, nadi
dan tekanan darah arteri cenderung menurun terutama selama trimester 2,
kemudian akan naik lagi seperti masa pra-kehamilan. Tekanan vena pada
ekstremitas atas dan bawah dalam batas-batas normal, namun cenderung naik
setelah trimester pertama. Nadi biasanya naik menjadi 84x/menit.
Selama trimester kedua
biasanya tekanan darah menurun, tetapi akan kembali normal pada trimester
ketiga. Selama kehamilan volume darah pada peredaran meningkat sampai 50%, tapi
jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen hanya meningkat 25-30%.
1.
Sel darah merah
Jumlah eritrosit
cenderung meningkat untuk memenuhi kebutuhan transport oksigen yang sangat
diperlukan selama kehamilan.
1.
Sel darah Putih
Untuk alasan yang
belum jelas, jumlah sel darah putih (yang berfungsi melindungi tubuh terhadap
infeksi) agak meningkat selama kehamilan, saat persalinan, dan beberapa hari
setelah persalinan.
1.
Protein Darah
Protein darah
(gambaran protein dalam serum) berubah. Jumlah protein, albumin, dan
gammaglobulin menurun pada trimester 1 dan meningkat bertahap sampai akhir
kehamilan. Betaglobulin dan fibrinogen terus meningkat.
1.
Plasma Darah
Pada hitung jenis dan
Hb ditemukan adanya hematokrit yang cenderung menurun karena kenaikan relatif
volume plasma darah.
1.
Hb
Konsentrasi Hb
terlihat menurun, walaupun sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan Hb pada
orang yang tidak hamil, kondisi ini disebut anemia fisiologis. Anemia
fisiologis ini disebabkan oleh meningkatnya volume plasma darah.
Akibat dari
perubahan-perubahan di atas adalah :
1.
Kebutuhan suplai Fe kepada ibu hamil meningkat sekitar 500 mg/
hari
2.
Ibu hamil sering lebih cepat mengalami kelelahan dalam
beraktifitas
3.
Bengkak pada tungkai bawah, namun hati-hati bila pembengkakan
berlebihan dan terjadi di tangan atau muka karena bisa merupakan gejala pre
eklampsi.
4.
Terjadinya anemia fisiologis ( keadaan normal Hb 12 gr% dan
hematokrit 35 %)
10% wanita hamil
mengalami hipotensi dan diaphoretic bila berada dalam posisi terlentang
1.
Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi
konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena
makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Di samping itu rasa
takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, janagn
sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3
– 4 hari setelah persalinan. Apabila masih juga terjadi konstipasi dan buang
air besarnya mungkin keras dapat diberikan obat laksan per oral atau per
rektal. Dan jika masih juga belum berhasil, dilakukan klysma ( klisma ), enema
( ing ) artinya suntikan urus – urus.
1.
Perubahan sistem ekskresi
Pasca persalianan ada
suatu peningkatan kapasitas kandung kemih, pembengkakan dan trauma
jaringan sekitar uretra yang terjadi selama proses melahirkan. Ini terjadi
akibat kelahiran dan efek konduksi anestesi yang menghambat fungsi neural pada
kandung kemih.Distensi yang berlebihan pada kandung kemih dapat
mengakibatkan perdarahan dan kerusakan lebih lanjut. Pengosongan kandung
kemih harus diperhatikan. Kandung kemih biasanya akan pulih dalam waktu 5-7
hari pascamelahirkan sedangkan saluran kemih normal dalam waktu 2-8 minggu
tergantung pada keadaan/ status sebelum persalinan, lamanya kala II yang
dilalui, besarnyatekanan kepala janin saat la
Dinding kandung
kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-kadang oedema trigonum,
menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung
kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga
kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual
(normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan
pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie) antara
hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang
hematuri akibat proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus
yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena
kegiatan otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari
autolisis sel-sel otot.
Pada masa hamil,
perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi
ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan
dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan.
§
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.kemungkinan
terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
§
· Urin dalam
jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesidah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air
akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
§
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
1.
Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari
air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh terletak di
dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular
terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut
cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara
lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan
dan tidak diganti.
1.
Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh
disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4
disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
1.
Pengeluaran sisa metabolisma
Zat toksin ginjal
mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum
dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri
dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang
air kecil.
Hal yang menyebabkan
kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:
1.
Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga
terjadi retensi urin.
2.
Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3.
Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin
dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan
sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada
masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Bila wanita pasca
persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada
masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian
keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka
kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200
ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
1.
E. PERUBAHAN PSIKOLOGIS
PADA MASA NIFAS
Wanita hamil akan
mengalami perubahan psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi.
Perubahan mood seperti sering menangis, lekas marah, dan sering sedih atau
cepat berubah menjadi senang merupakan manisfestasi dari emosi yang labil.
Proses adaptasi berbeda beda antara satu ibu dengan yang lain. Pada awal
kehamilan ibu beradaptasi menerima bayi yang dikandungnya sebagai bagian dari
dirinya. Perasaan gembira bercampur dengan kekhawatiran dan kecemasan
menghadapi perubahan peran yang sebentar lagi akan dijalani. Seorang wanita
setelah sebelumnya menjalani fase sebagai anak kemudian berubah menjadi istri
dan harus bersiap menjadi ibu. Proses ini memerlukan waktu untuk bisa menguasai
perasaan dan pikirannya. Semakin lama akan timbul rasa memiliki pada janinnya
sehingga ada rasa ketakutan akan kehilangan bayinya atau perasaan cemas
mengenai kesehatan bayinya. Ibu akan mulai berpikir bagaimana bentuk fisik
bayinya sehingga muncul “ mental image “ tentang gambaran bayi yang sempurna
dalam pikiran ibu seperti berkulit putih, gemuk, montok dan lain sebagainya.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan dan
perhatian dari keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu.
Beberapa factor yang
berperan dalam penyesuaian ibu antara lain :
1.
Dukungan keluarga dan teman
2.
Pengalaman waktu melhirkan, harapan dan aspirasi
3.
Pengalaman merawat dan membesarkan anak sebelumnya
Proses adaptasi psikologi sudah
terjadi selama kehamilan, menjelang proseskelahiran maupun
setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorangwanita dapat bertambah.
Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelahpersalinan. Masa nifas merupakan masa
yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang
ibu memerlukanadaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat
membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai
berikut:
1.
Fungsi menjadi orang
tua
2.
Respon dan dukungan dari keluarga
3.
Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
4.
Harapan, keinginan dan
aspirasi saat hamil dan melahirkan
Fase-fase yang akan
dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
1.
Fase taking in
Fase taking in yaitu
periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua
melahirkan. Pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri.
Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal
sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyaman fisik
yang dialami ibu pada fase ini seperti mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur
dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut
membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin
dialami, seperti menangis, dan mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung
lebih pasif terhadap lingkungannya. Pada fase ini petugas kesehatan harus
menggunakan pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan
baik. Ibu hana ingin didengarkan dan diperhatikan. Kemampuan mendengarkan (
listening skills ) dan menyediakan waktu yang cukup merupakan dukungan yang
tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami atau keluarga sangat diperlukan pad
fase ini.
Gangguan fisiologis
yang mungkin dirasakan ibu adalah :
1.
Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya misal jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lainnya.
2.
Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami
ibu misal rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan
semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
3.
Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4.
Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat
bayi dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasakan tidak nyaman
karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu semata.
1.
Fase taking hold
Fase taking hold
adalah periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada
fase ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif, sehingga mudah
tersinggung dan marah. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan
yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara
menyusui yang benar, cara merawt luka jahitan, senam nifas, memberikan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti gizi,istirahat, kebersihan
diri dan lainnya.
1.
Fase letting go
Fase letting go adalah
periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10
hari setelah melahirkan. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase
ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam mnjalani peran barunya. Pendidikan
kesehatan yang diberikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu
lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami
dan keluarga masih terus diperlukan ibu. Suami dan keluarga dapat membantu
merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak terlalu
terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup sehingga mendapatkan kondisi
fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.
Hal-hal yang harus
dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut:
2.
Psikologi. Dukungan dari keluarga sangat
diperlukan dalam hal ini
3.
Sosial. Perhatian, rasa kasih
sayang, menghibur ibu saat sedih dan menemani
saat ibu merasa kesepian
4.
Psikososial.
0 komentar:
Posting Komentar