ASUHAN
KEPERAWATAN
“DIABETES MELLITUS”
OLEH
RAHMAT
ADI SURYA, S.Kep
70500112134
PROGRAM
PROFESI NERS
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Definisi
Diabetes Mellitus adalah penyakit
kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat,
protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler
dan neurologis.
Diabetes Mellitus adalah suatu
penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai
karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat.
Diabetes Mellitus adalah keadaan
hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan
secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes Mellitus adalah suatu
penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang
bervariasi dari 1 – 6.
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia atau suatu
penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai
karakteristik hyperglikemia yang disebabkan difesiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat ( Brunner dan Suddarth ).
Pengertian lain dari diabetes melitus
yaitu berupa gangguan metabolisme karbohidrat,yang disebabkan kekurangan
insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan
gejala, hyperglikemmia, glikosuria, poliuria, polidipsi, polipagi, kelemahan
umum, dan penurunan berat badan.
B. Etiologi
Penyebab
diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui kekurangan
insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan. Diabetes
mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :
1.
Diabetes type I (Insulin Depedent
Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung insulin dapat disebabkan karena faktor
genetik, imunologi dan mungkin lingkungan misalnya infeksi virus.
q Faktor genetik,
penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes type
1.
q Faktor
immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu proses respon
autoimun.
q Faktor
lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat memicu destruksi
sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta.
2.
Diabetes type II (Non Insulin Depedent
Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu tidak tergantung insulin. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor Resiko
Yang menjadi faktor resiko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus yaitu:
q Usia (
Resistensi insulin cendrung meningkat pada usia 65 tahun ).
q Obesitas.
q Riwayat keluarga.
q Kelainan
pankreas.
q Kelompok etnik
( belum ada pendapat yang pasti ).
C.
Patofisiologi
1.
Fisiologi normal
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta
yang merupakan salah satu dari 4 tipe sel dalam pulau langerhans pancreas.
Insulin merupakan hormone anabolic .apabila seseorang makan makanan, sekresi
insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel hati , otot,
serta lemak. Dalam hal tersebut insulin menimbulkan efek berikut:
a.
menstimulasi penyimpanan glukosa dalam
hati dan otot( dalam bentuk glukogen )
b.
meningkatkan penyimpanan lemak dari
makanan dalam jaringan adipose
c.
mempercepat pengangkutan asam-asam amino
kedalam sel
d.
insulin juga menghambat pemecahan
glukosa, protein dan lemak yang disimpan. Selama masa puasa (antara jam-jam
makan dan pada saat tidur malam), pancreas akan melepaskan secara terus menerus
sejumlah kecil insulin bersama dengan glukagon (yang disekresikan oleh sel alfa
pulau langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan
kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa
dalam hati.
2. Patofisiologi
a. Tipe
I (insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM)
DM tipe I adalah penyakit
hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin.Terdapat juga hubungan antara DM Tipe I dengan beberapa antigen
leukosit manusia. Factor lingkungan (seperti virus) tampak membangkitkan proses
autoimun yang menghancurkan sel-sel beta. Antibody sel Islet (ICAs) timbul
dalam jumlah yang meningkat selama berbulan-bulan sampai tahunan karena
kerusakan sel-sel beta. Hiperglikemi puasa terjadi ketika 80% sampai 90% sel
beta telah mengalami kerusakan.Pengidap penyakit ini harus mendapat insulin
pengganti.Biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia < 30 tahun,
dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita.
b. Tipe
II ( non insulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM)
DM tipe II
adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap insulin.Kadar
insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.DM tipe II
biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun.Pada wanita lebih
banyak daripada pria.80 % klien DM tipe II adalah obesitas. Klien dengan tipe
ini mengalami penurunan sensitivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat
pada pembentukan glukosa hetaik secara kontinu, meski dengan kadar glukosa
plasma yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan
ketidak mampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan
glukosa. Mekanisme ini menyebabkan resisten insulin perifer.
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengidap diabetes. Karena glukosa darah tinggi maka suplai
glukosa ke fetus akan meningkat sehingga janin akan tumbuh lebih besar. Anak
dari ibu penderita DM sangat berisiko terhadap kematian neonatal, malformasi
congenital dan macrosomia (ukuran tubuh besar). Sekitar 50% wanita pengidap
kelainan ini akan kembali kestatus nondiabetes setelah kehamilan berakhir.
Namun, risiko mengalami DM tipe II pada waktu mendatang lebih besar daripada
normal.
D. Manifestasi Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada
Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.
Poliuri (banyak kencing)
Hal ini
disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak
kencing.
b.
Polidipsi (banyak minum)
Hal ini
disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c.
Polipagi (banyak makan)
Hal ini
disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
d.
Berat badan menurun, lemas, lekas
lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur
jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein.
e.
Mata kabur
Hal ini
disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
E. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO
(1985) dibagi beberapa type yaitu :
- Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
- Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1.)
Non obesitas
2.)
Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel
beta pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun)
atau anak dengan obesitas.
- Diabetes Mellitus type lain
1.)
Diabetes oleh beberapa sebab seperti
kelainan pancreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan
reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.)
Obat-obat yang dapat menyebabkan
huperglikemia antara lain :
Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)
Diabetes Gestasional (diabetes
kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam
NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan
hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai
asam amino dan glukosa ke fetus.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan
darah memperlihatkan peningkatan glukosa darah >140 mg per 100 ml dari dua
kali pengukuran terpisah.
2.
Glukosa
urine. Pada orang nondiabetes, semua glukosa yang difiltrasi kedalam urin akan
diserap secara aktif kembali kedalam darah. Dalam keadaan normal glukosa urin
adalah normal. Apabila kadar glukosa >180/100ml darah , glukosa akan keluar
melalui urin. Pengangkut glukosa
diginjal yang membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali kedarah mengalami
kejenuhan. Pada pengidap diabetes kronik, hal ini akan membebani ginjal. Karena
glukosa dalam urin memiliki aktivitas osmotic, maka air akan tertahan didalam
filtrate dan diekskresikan bersama glukosa dalam urin sehingga terjadi
poliuria.
3.
Keton
didalam urin dapat diukur, terutama pada individu dengan diabetes tipe I yang
tidak terkontrol.
4.
Peningkatan
kadar haemoglobin terglikosilasi > 10%. Dalam keadaan normal 4-6 %
haemoglobin sel darah merah terglikosilasi. Haemoglobin glikosilasi merupakan
pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama
periode waktu kurang lebih 2-3 bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa
darah, molekul glukosa akan menempel pada haemiglobin dalam sel darah merah.
Semakin lama glukosa dalam darah berada diatas normal, semakin banyak glukosa
terikat dengan sel darah merah dan semakin tinggi kadar haemoglobin
glikosilasi. Haemoglobin yang sering diukur dan dilaporkan adalah
glikohaemoglobin A1c (HbA1c)
5.
Uji
toleransi glukosa yang melambat.
G.
Komplikasi
1. Komplikasi akut
·
Ketoasidosis
diabetic
Kadar glukosa darah meningkat secara
cepat akibat glukoneogenesis dan peningkatan penguaraianlemak yang
progresif.Timbul poliuria dan dehidrasi. Kadar keton meningkat akibat pemakaian
asam-asam lemak yang hamper total untuk menghasilkan ATP. Keto kelar melalui
urin dan menyebabkan timbulnya bau pada nafas, pH turun dibawah 7,3 menyebabkan
asidosis metabolic dan hiperventilasi (Kussmaul)
·
Koma
nonketotik hiperglikemia hiperosmolar
Terjadi osmolalitas plasma melebihi
310 mOsm/l (normal 275-295 mOsm/l).situasi ini menyebabkan pengeluaran
berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, deficit kallium yang parah, dan pada
sekitar 15-20% pasien terjadi koma dan kematian
·
Efek
somogyi
Penurunan kaar glukosa darah pada
malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. Penyebab kemungkinan
besar akibat penyuntikan insulin pada sore harinya. Hipoglikemia itu kemudian
menyebabkan peningkatan glukagon , katekolamin, kortisol dan hormone
pertumbuhan. Hormone-hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi
harinya terjadi hiperglikemia
·
Fenomena
fajar
Hiperglikemia antara jam 5-9 pagi.
Yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi
hari.
2. Komplikasi jangka panjang
·
System
kardiovaskular
Kerusakan mikrovaskuler di arteriol,
kapiler dan venula.Terjadi akibat penebalan membrane basal pembuluh-pembuluh
kecil.Hal ini menyebabkan ischemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat-zat
gizi ke jaringan.Hipoksia kronik ini dapat menyebabkan timbulnya hipertensi
karena jantung dipaksa meningkatkan curahnya sebagai usaha menyalurkan lebih
banyak O2 kejaringan yang iskhemik. Sirkulasi mikrovaskuler yang buruk akan
mengganggu reaksi imun dan peradangan karena kedua hal ini bergantung pada
perfusi jaringan yang baikuntuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator-mediator
peradangan.
Kerusakan makrovaskuler terjadi diarteri besar dan
sedang. Terjadi kerusakan pada lapisan
endotel arteri, peningkatan permeabilitas sel endotel sehingga molekul-molekul
yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel endotel akan mencetuskan
reaksi imun dan peradangan sehingga akhirnya terjadi pengendapan trombosit,
makrofag dan jaringan fibrosa. Sel – sel otot polos berploriferasi.Efek
vaskuler diabetes kronik adalah penyakit arteri koroner, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.
·
Gangguan
penglihatan
Retinopati adalah kerusakan pada
retina karena tidak mendapatkan oksigen. Retina adalah jaringan yang sangat
aktif bermetabolisme dan pada hipoksia kronik akan mengalami kerusakan secara
progresif dalam struktur kapilernya, membentuk miroaneurisme, dan
memperlihatkan bercak-bercak perdarahan. Timbul daerah-daerah infark diikuti
oleh neovaskularisasi, bertunasnya pembuluh-pembuluh lama, dan pembentukan
jaringan parut, akhirnya timbul edema interstisium dan tekanan intra oculus
meningkat, yang menyebabkan kolapsnya kapiler dan saraf yang tersisa sehinggan
terjadi kebutaan.
·
Kerusakan
ginjal
Akibat hipoksia, glomerulus seperti
sebagian besar kapiler lainnya menebal.Terbentuk lesi-lesi sklerotik nodular
sehingga semakin menghambat aliran darah.Terjadi hipertrofi ginjal akibat
peningkatan kerja yang harus dilakukan untuk menyerap ulang glukosa.Ginjal
mulai mengalami perburukan yang cepat sehingga timbul kelebihan beban cairan
dan hipertensi.Dengan memburuknya fungsi ginjal, kemampuan mensekresi ion-ion
hydrogen ke dalam urin menurun.pH plasma turun sehingga timbul asidosis
metabolic. Penurunan pembentukan vitamin
D oleh ginjal menyebabkan penguraian tulang.. penurunan pembentukan
eritropoietin menyebabkan defisiensi sel darah merah dan anemia. Filtrasi
glomerulus turun secara drastis dan dapat timbul gagal ginjal.
·
System
saraf perifer
Neuropati diabetes disebabkan oleh hipoksia
kronik sel-sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel schwann, mulai menggunakan
metode-metode alternative untuk mengurangi beban peningkatan glukosa kronik,
yang akhirnya menyebabkan demielinisasisegmental saraf-saraf perifer.
Demielinisasi menyebabkan perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya
sensitivitas.Hilangnya sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan
mengalami cedera yang parah dan tidak disadari.
Kerusakan saraf otonom perifer dapat
menyebabkan hipotensi postural, perubahan fungsi gastrointestinal, gangguan
pengosongan kandung kemih, dan pada pria impotensi.
H.
Penatalaksanaan
1. Insulin
Pengidap diabetes tipe I memerlukan
terapi insulin. Diberikan secara subkutis 3-4 kali sehari setelah kadar glukosa
basal diukur. Pengidap diabetes tipe II walaupun dianggap tidak tergantung
insulin, juga dapat memperoleh manfaat dari terapi insulin.Mungkin terjadi
defisiensi pelepasan insulin atau insulin yang dihasilkan kurang kurang efektif
karena mengalami sedikit perubahan.
2.
Pendidikan
dan kepatuhan terhadap diet
Diet dan pengendalian berat badan
merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes mielitus.
-
Penentuan gizi, hitung persentase, Relatief
Body Weigth.
-
Jika kerja berat atau latihan berat maka jumlah
kalori bertambah.
-
Untuk klien DM pekerja biasa:
1) Kurus;
< 90% : BB x 40-60 kal/hr.
2) Normal;
90-110% : BB x 30 kal/hr.
3) Gemuk;
> 110% : BB x 20 kal/hr.
-
Komposisi diet
1) Lemak
20%
2) Protein
20%
3) Karbohidrat
60%
Rencana
diet diabetes dihitung secara individual
bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan berat badan dan
tingkat aktivitas. Distribusi kalori biasanya 50-60% dari karbohidrat kompleks,
20% dari protein, dan 30% dari lemak. Diet juga mencakup serat, vitamin dan
mineral.
3.
Program
olah raga
Olah raga dengan pembatasan diet akan mendorong penurunan
berat dan dapat meningkatkan kepekaan insulin.
4.
Pencegahan
Untuk ketoasidosis diabetes, aspek perawatan terpenting
adalah pencegahan. Hal ini berupa pemantauan kadar glukosa darah yangcermat dan
diet, terutama pada saat-saat sakit atau stress.
5.
Pemberian
cairan
Koma nonketotik hiperglikemia hiperosmolar diterapi dengan
pemberian cairan dalam jumlah besar dan koreksi lambat terhadap kdefisit
kalium.
6.
Intervensi
farmakologis
Obat-obat antihipertensi mengurangi hipertensi dan
memperlambat awitan penyakit ginjal.
7.
Penggantian
sel pulau Langerhans
Transplantasi
sel pulau Langerhans
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Aktifitas/istirahat
Gejala : lemah,letih , sulit
bergerak/berjalan.Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat
Tanda : takikardi dan takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Lethargi/disorientasi, koma.Penurunan
kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala :adanya riwayat hipertensi:
IM akut.klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki,
penyembuhan lama
Tanda : takkardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang
menurun/tidak ada.Disritmia.Krekels ; DVJ(GJK). Kulit panas, kering, dan
kemerahan. Bola mata cekung
3. Integritas ego
Gejala : stres, tergantung pada orang lain. Masalah
financial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola
berkemih (poliuria), nokturia. Rasa
nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih, ISK
baru/berulang. Nyeri tekan abdomen. Diare
Tanda : urine encer, pucat, kuning,
poliuri. Urine berkabut, bau busuk (infeksi).Abdomen keras.Adanya asites.
Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif(diare)
5. Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makanb, mual, muntah, tidak mengikuti
det;peningkatan masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan.Haus.
Penggunaan diuretik
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek. Kekakuan/ distensi
abdomen, muntah.Pembesaran tiroid.Bau halitosis/manis, bau buah (nafas aseton).
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/ pening. Sakit kepala.kebas, dan kesemutan , kelemahan
pada otot. Parestesia.Gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi; mengantuk,
lethargi, stupor/koma. Gangguan memori;kacau mental. RTD menurun. Aktivitas
kejang
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang/nyeri
Tanda : wajah meringis dengan
palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
8. Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen,
batuk
Tanda
: lapar udara. Batuk. Frekuensi pernafasan
9. Keamanan
Gejala
: kulit kering. Gatal ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis. Kulit
rusak, lesi/ulserasi.Menurunnya kekuatan umum, rentang gerak.Parestesia,
paralysis otot termsuk otot-otot pernafasan.
10. Seksualitas
Gejala :rabas vagina. Masalah
impotent pada pria; kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :factor resiko keluarga; DM,
penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat
seperti steroid, diuretic :dilantin da fenobarbital. Mungkin atau tidak memerlukan
obat diabetic sesuai pesanan.
12. Pertimbangan rencana pemulangan :
mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawtan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan polyuria dan dehydrasi.
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipermetabolik, penurunan intake oral.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan produksi energi metabolik dan kelemahan fisik.
4.
Gangguan pola istirahat tidur berhubungan
dengan peningkatan diuretik osmotik.
5.
Ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan dan kurangnya informasi yang diperoleh.
6.
Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
3.
Intervensi Keperawatan
1.
Defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan polyuria dan dehydrasi.
Tujuan
: Kebutuhan cairan elektrolit terpenuhi.
Intervensi :
-
Kaji intensitas muntah dan pengeluaran
urine yang berlebihan.
Rasional: Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume
total. Bila terjadi infeksi akan ditemukan adanya demam dan hipermetabolik yang
meningkatkan intensitas IWL.
-
Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Hipovolemia
dimanifestasikan dengan hipotensi dan takikardia.
-
Kaji pola pernapasan kusmaul,
kualitasnya dan napas bau aseton.
Rasional: Paru-paru
akan mengeluarkan asam karbonaat sebagai akibat ketoasidosis. Napas bau aseton
sebagai akibat pemecahan asam acetoasetik sehingga akan menyebabkan pernapasan
kusmaul.
- Monitor intake
dan out put cairan. Timbang BB secara teratur.
Rasional: Memperkirakan kebutuhan kebutuhan cairan tubuh, kerja ginjal dan
efektifitas pengobatan. Penurunan BB menunjukan adanya pengeluaran cairan yang
berlebihan.
- Pertahankan
asupan cairan 2500 ml/hari dalam batas toleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
- Obervasi
kemungkinan adanya perubahan tingkat kesadaran.
Rasional: Perubahan status mental klien sebagai akibat peningkatan atau
penurunan kadar glukosa, gangguan elektrolit, asidosis, pernurunan perfusi
serebral dan hipoksia.
- Pasang urin
bag/kateter.
Rasional: Memfasilitasi pengukuran out put secara akurat (terutama pada
klien yang mengalami retensi urine/inkontinen).
- Monitor
pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit.
Rasional: Hasil pemeriksaan akan menunjukan tingkat hydrasi. Bila terjadi
peningkatan menunjukan gangguan diuresis osmotik.
- Monitor BUN dan
kalium
Rasional: Peningkatan BUN menunjukan adanya peningkatan pemecahan sel akibat
dehydrasi dan hiperkalemia terjadi sebagai respon terhadap asidosis.
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipermetabolik, penurunan intake oral.
Tujuan : Klien
akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk mepertahankan
berat badan dalam rangka pertumbuhan, dengan criteria hasil porsi makan
dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
-
Timbang berat badan setiap hari atau
sesuai dengan indikasi.
Rasional: Merupakan
indikator terhadap asupan makanan yang adekuat.
-
Tentukan program diet dan pola makan
pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan.
Rasional : mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
-
Auskultasi bising usus, catat adanya
nyeri abdomen.
Rasional : Hiperglikemia
dan gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung.
-
Berikan makanan cair yang mengandung
zat makanan dan elektrolit dengan segera jika klien dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan oral.
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih
baik jika klien sadar dan fungsi ganstrointestinalnya baik.
-
Identifikasi makanan yang disukai
termasuk kebutuhan kultural/etnik.
Rasional : Menghindari
kelelahan saat makan, meminimalkan anoreksia dan mual serta untuk
mempertahankan kebutuhan nutrisi klien.
-
Libatkan keluarga pada perencanaan
makanan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga dalam
perawatan klien dan memberikan informasi untuk memahami kebutuhan nutrisi
pasien.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan produksi energi metabolik dan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien menunjukan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi :
-
Kaji tingkat kemampuan klien dalam
beraktivitas.
Rasional: Menerapkan
kemam-puan klien dalam memenuhi kebutuhan-nya dan memudahkan intervensi
selanjutnya.
-
Libatkan keluarga dalam membantu
aktivitas klien sehari-hari.
Rasional: Memungkinkan
keluarga terlibat secara aktif dalam pemenuhan ADL klien.
-
Observasi TTV.
Rasional: Untuk
mengetahui keadaan klien secara umum.
-
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan
klien.
Rasional: Membantu
memenuhi aktivitas klien dengan menggunakan energi minimal.
-
Tingkatkan partisipasi klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang ditoleransi klien.
4.
Gangguan pola istirahat tidur
berhubungan dengan peningkatan diuretik osmotik.
Tujuan : Klien
dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur.
Intervensi :
-
Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang
terjadi.
Rasional: Mengidentifikasi
dan menentukan intervensi yang tepat.
-
Ciptakan tempat tidur yang nyaman dan
beberapa barang pribadi klien seperti bantal guling.
Rasional: Meningkatkan
kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi – psikologis.
-
Ciptakan lingkungan yang kondusif
dengan mengurangi kebisingan dan lampu yang terlalu terang
Rasional: Memberikan
situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
-
Atur klien dalam posisi yang nyaman dan
bantu dalam mengubah posisi.
Rasional: Pengubahan
posisi akan mengubah area tekanan dan mening-katkan kenyamanan dalam
beristirahat.
-
Hindari mengganggu klien bila mungkin
(misalnya; membangunkan untuk obat dan terapi)
Rasional: Tidur
tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak dapat tidur
setelah di bangunkan.
5.
Ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan dan kurangnya informasi yang diperoleh.
Tujuan : Klien dan orang tua tidak menunjukkan
kecemasan, ditandai dengan anak dapat berespon terhadap prosedur pengobatan,
orang tua akan mengekspresikan perasaaannya karena memiliki anak dengan
kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan
bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi :
-
Jelaskan prosedur dengan cermat sesuai
dengan tingkat pemahaman klien.
Rasional : Untuk menurunkan rasa takut atau cemas
terhadap hal-hal yang tidek diketahuinya.
-
Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,
seperti menolak dan marah. Biarkan klien/keluarga mengetahui ini sebagai reaksi
normal.
Rasional : Perasaan yang tidak diekspresikan dapat
menimbulkan kekacauan internal dan meningkatkan kecemasan.
-
Dorong keluarga untuk menganggap klien
seperti sebelumnya
Rasional : Meyakinkan klien dan keluarga bahwa perannya
di dalam keluarga tidak berubah.
-
Berikan informasi kepada klien dan
keluarga yang jelas tentang kondisinya
Rasional : Menambah pengetahuan keluarga tentang penyakit
anaknya sehingga dapat meminmalkan kecemasannya.
-
Berikan beberapa cara pada klien untuk
melibatkannya dalam prosedur, misalnya memegang suatu alat, seperti balutan.
Rasional : Untuk meningkatkan rasa kontrol, mendorong
kerja sama dan mendukung keterampilan koping klien.
-
Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga
dan keinginannya untuk belajar.
Rasional : Mengidentifikasi secara verbal tingkat
pemahaman klien/keluarga serta kesalahpahaman dan memberikan penjelasan.
6.
Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
-
Hindarkan lantai yang licin.
Rasional ; mencegah terjadi cidera
-
Gunakan bed yang rendah.
-
Rasional ; memudahkan pasien bangun dari bed
-
Orientasikan klien dengan ruangan.
Rasional : agar klien mengenali lingkungannya
-
Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional ; mengurangi resiko cedera
-
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Rasional : menghindari kerusakan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
1.
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC.
2.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi
Perawatan Klien, Edisi 3. Jakarta :
EGC
3.
Kumala, Poppy. Et. Al. 2004. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
4.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius.
5.
N. Richard. Mitchell. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins
dan Coutran. Jakarta : EGC.
6.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Jakarta : EGC.
7.
Smeltzer, Suzanne C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah volume 2. Jakarta : EGC
8.
Sylvia, dkk. 2006. Patofisiologi
edisi 6. Jakarta :
EGC.
0 komentar:
Posting Komentar