Kamis, 17 Juli 2014

MAKALAH ATONIA UTERI

Diposting oleh Unknown di 00.32


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWrIHpYZxiG5qUp7Ym7T3hps2alHnNsFiEFgZ2cMIAORHiI6l10VdboDv6oW4ZKSIeOBPdZW48b4qqulWYi-LXiC4tGmJ8UiK86hUaFAIdyGiwEfwn8cyta8_fASnTvK6EdNB8mL_mbsUw/s1600/uterus-perdarahan.jpgPerdarahan primer ialah perdarahan yang terjadi setelah persalinan sampai 24 jam postpartum. Perdarahan primer salahsatunya di sebabkan oleh atonia uteri. Jika penyebab perdarahan tersebut tidak teratasi dengan baik maka dapat menyebabkan ibu post partum jatuh kedalam keadaan gawatdarurat. Oleh karena itu dalam makalah ini kami membahas mengenai pengertian dari penyebab atonia uteri itu sendiri, apa yang menyebabkannya, apa permasalahan atau komplikasi bila terjadi atonia uteri, bagaimana tanda dan gejalanya, dan bagaimana upaya pencegahan maupun penangannya.


B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian atonia uteri
2.      Apa penyebab terjadinya atonia uteri?
3.      Apa tanda dan gejala atonia uteri?
4.      Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan atonia uteri?

C.      Tujuan

1.      Mampu menjelaskan pengertian atonia uteri.
2.      Mampu menjelaskan penyebab terjadinya atonia uteri.
3.      Mampu menjelaskan tanda dan gejala atonia uteri.
4.      Mampu menjelaskan bagaimana upaya pencegahan dan penanganan atonia uteri.



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian  Atonia Uteri

Atonia uteri yaitu ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN). 
Atonia uteria adalah gagalnya uterus berkontraksi yang baik setelah persalinan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan  ≥ 500 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir, termasuk adalah perdarahan karena retensio plasenta. Frekuensi kejadian menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
1.      Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
2.      Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) (Saadong, D 2013)
Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. (Sihotang, C 2008)

B.     Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
a.    Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
b.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c.     Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d.    Partus lama / partus terlantar
e.    Malnutrisi.
f.      Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

C.      Tanda dan Gejala
a.       Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia uteri dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

b.      Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi  sebagai anti beku darah.
c.       Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.
d.      Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, gelisah, mual, apatis, dll.
D.     Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.

E.      Penatalaksanaan atonia uteri
a.       Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
b.      Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), Jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
c.       Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
1)     Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2  menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
2)     Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
3)     Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
4)     Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
d.      Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
e.       Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
f.        Ligasi arteri Iliaka Interna                                                      
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
g.       Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
h.      Kompresi bimanual atonia uteri
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, sehingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan mengehntikan atau mengurangi denyut arteri pemoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Atonia Uteri adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan masase fundus uteri (plasenta telah lahir). Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.

B.     Saran
Disarankan kepada  bidan yang menolong persalinan dengan permasalahan atonia uteri agar mampu memberikan upaya penanganan dan pencegahan atonia uteri yang adekuat serta selalu memperhatikan upaya pencegahan infeksi dalam setiap memberikan asuhan.


Daftar Pustaka
Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sukarni K, Icesmi dan Margaret ZH. 2013. Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika
Saadong, Djuhadiah. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal dan Patologi. Makassar : Buku Ajar khusus Lingkungan Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kebidanan.
Sihotang, Corry. 2008. Asuhan Kebidanan Patologi. Makassar : Buku Ajar khusus Lingkungan Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Kebidanan.

0 komentar:

Posting Komentar

PESONA CERDAS. Diberdayakan oleh Blogger.
 

PESONA CERDAS Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting