Rabu, 28 Mei 2014

MAKALAH MUTU LAYANAN KESEHATAN

Diposting oleh Unknown di 22.34


BAB I
PENDAHULUAN
Tiap saat masalah kesehatan didiskusikan, tiga konsep selalu muncul. Konsep tersebut adalah : akses, biaya dan mutu. Tentu saja, akses mencakup aksesfisik, keuangan dan mental atau intelektual terhadap perawatan dan layanan kesehatan yang tersedia. Masalah keterjangkauan dan efisiensi juga merupakan hal yang penting. Namun, layanan yang disediakan dalam suatu institusi kesehatan harus memiliki karakteristik tertentu, disamping persoalan keterjangkauan dan ketersediaan. Karakteristik itu harus mencakup elemen dan karakteristik mutu. Elemen kepuasan konsumen sebenarnya merupakan sebenarnya merupakan yang terpenting. Jika konsumen (sipasien) tidak puas dengan layanan yang diberikan, dia tidak akan mencari layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, mudah didapat dan mudah dijangkau. Oleh karena itu, mutu layanan yang ditawarkan merupakan hal yang penting dalam layanan kesehatan. Namun, mutu harus berasal dari persfektif konsumen karena mutu layanan merupakan jasa yang diterima oleh konsumen layanan tersebut.
Jadi apa sebenarnya mutu itu? Apakah sesuatu yang luar biasa? apakah sesuatu yang terbaik? Apakah sesuatu layanan yang mahal? Belum tentu demikian. Mutu dapat berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling efisien dan efektif, dengan penekanan untuk memuaskan pembeli atau konsumen. Mutu tidak selalu berarti cara yang paling mahal untuk melaksanakan segala sesuatu. Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan efisiensi dan penghematan biaya.
Mutu tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang mahal. Namun, mutu merupakan sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif dan aman sehingga harus terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Pengertian mutu pelayanan kesehatan

          Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
·         Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996).
  • Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
  • Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :
1.      Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan dengan standart) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkanpada kematian, kesakitan, ketidak mampuan dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).
  1. Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian.
  2. Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.
  • Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
B.     Pengertian Dasar Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Ada empat prinsip utama dalam MMT :
1.      Kepuasan pelanggan
Dalam MMT, konsep mengenai kualitas dan pelanggan mengalami perluasan. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal, pelanggan eksternal dan intermediate. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek termasuk di dalamnya harga, kenyamanan, keamanan, dan ketepatan waktu.
2.       Penghargaan terhadap setiap orang
Dalam organisasi kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki bakat dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3.      Manajemen berdasarkan fakta
Organisasi kelas dunia berorientasi fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data dan informasi, bukan sekedar perasaan (Feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hat ini. Pertama, penjenjangan prioritas (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data dan informasi maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistki dapat memberikan gambaran mengenai sistem organisasi, dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4.      Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap organisasi perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-action), yang terdiri dari langkahlangkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. Definisi mengenai MMT mencakup dua komponen, yakni apa dan bagaimana menjalankan MMT. Yang membedakan MMT dengan pendekatanpendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen bagaimana tersebut.
C.     Dimensi mutu
Mutu layanan kesehatan bersifat multidimensi, antara lain:
·         Dimensi Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
·         Dimensi Keterjangkauan atau Akses
Artinya layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
·          Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi. Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
·          Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
·         Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
·          Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
·          Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
·          Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.

D.    Manfaat proram penjaminan mutu
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Adapun manfaat dari program jaminan mutu :
·         Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat di atasinya masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kmajuan ilmu dan teknologi dan ataupun standar yang telah ditetapkan.
·         Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar dan ataupun yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
·          Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperanan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
·          Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hokum Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan, antara lain karena ketidak puasan terhadap pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Dari uraian ini, mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang amat besar dalam melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum, karena memang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah terjamin mutunya

E.     Syarat pokok pelayanan kesehatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
·         Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
·         Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
·         Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
·          Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
·         Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

BAB III
PEMBAHASAN
Keragaman lingkungan Indonesia dan populasi tantangan besar untuk pelayanan yang efektif. Karena pengeluaran kesehatan dipandang sebagai bagian integral tujuan kesejahteraan sosial, pemerintah tiga kali lipat dalam hal real antara 1979 dan 1983. Sebuah ekspansi infrastruktur kesehatan dasar sedang berlangsung, yang pada awalnya difokuskan pada rumah sakit dan kemudian pada tingkat primer fasilitas. Pembangunan kedua didasarkan pada seragam fasilitas per-populasi rasio. Hasilnya hari ini adalah jaringan nasional lebih dari 7.000 pusat kesehatan dan 21.000 subcenters yang berfungsi sebagai titik kontak pertama dalam sistem kesehatan masyarakat.
Kebijakan sumber daya manusia difokuskan pada staf jaringan ini fasilitas publik. Tetap staf per-fasilitas rasio yang diterapkan menurut jenis fasilitas dan geografis region.3 Para wilayah geografis utama adalah Jawa-Bali dan (lebih jauh) Luar Jawa-Bali.4 Tantangannya adalah dalam menawarkan insentif yang cukup untuk bekerja di fasilitas regional. Untuk mencapai dokter per-fasilitas rasio sasaran, Depkes mengandalkan sistem lima tahun pelayanan wajib di pusat kesehatan sebagai prasyarat untuk memperoleh layanan sipil-posting, lisensi praktek, dan kelayakan untuk pelatihan khusus. Persyaratan Layanan ini kemudian diperpendek menjadi tiga tahun untuk bekerja di daerah terpencil Luar Jawa-Bali. Kombinasi insentif terbukti berhasil dalam meningkatkan ketersediaan dokter di pusat kesehatan. Antara 1989 dan 1993, jumlah dokter per propinsi meningkat rata-rata lebih dari 8 persen annually.5 Sebagian besar dokter, bagaimanapun, pindah ke ibukota atau daerah perkotaan lainnya untuk pelatihan atau praktek setelah service.6 wajib mereka demikian, mempertahankan sebuah ditambah dokter-untuk-kesehatan-pusat rasio disajikan sebuah tantangan yang berkelanjutan.
Selama akhir 1980-an, Indonesia mengalami perubahan besar, di tengah krisis anggaran internasional, harga minyak menurun, dan pembayaran utang meningkat. Komitmen untuk memperluas jangkauan sistem kesehatan publik dipertanyakan dalam terang keterbatasan anggaran. Pada tahun 1992 pemerintah memberlakukan kebijakan pertumbuhan-nol untuk membendung perluasan layanan sipil. Untuk sektor kesehatan, kebijakan ini tersirat perubahan besar dalam insentif untuk menyebarkan staf. Dokter yang baru lulus tidak lagi dijamin layanan pasca sipil, sehingga menghilangkan insentif utama untuk penyebaran sukarela untuk daerah terpencil. Sipil-layanan akhir direkrut pada tahun 1991 kohort kesehatan wajib menyelesaikan pusat layanan mereka pada tahun 1994 dan 1996 di daerah terpencil dan nonremote, masing-masing.
Menghadapi tuntutan untuk staf jaringan besar tingkat primer fasilitas, Depkes mengembangkan program kontrak yang dielakkan pembatasan mempekerjakan dan dokter langsung dialokasikan ke pusat-pusat kesehatan. Di bawah program kontrak, lulusan baru diwajibkan untuk melayani tiga tahun di fasilitas primer tingkat publik sebelum memenuhi syarat untuk mendapatkan lisensi praktek-mirip dengan sistem perekrutan sebelumnya. Namun, Depkes yang ditawarkan insentif finansial untuk bekerja di daerah terpencil daripada periode yang lebih pendek dari service.7 wajib Meskipun upaya ini, kurang dari satu setengah dan satu-sepertiga dari target MD staf pusat kesehatan dipenuhi di daerah sangat terpencil dan terpencil.
Data dan Sampel sumber utama dari data Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS) menerjunkan dalam masyarakat dan rumah tangga pada tahun 1993 dan 1997. Survei mengumpulkan informasi dari lebih dari 7.000 rumah tangga di setengah dari dua puluh enam propinsi perwakilan dari 83 persen dari Indonesia population.9 Frame survei untuk penyedia layanan kesehatan yang dihasilkan dari laporan rumah tangga tentang pengetahuan penyedia rawat jalan yang tersedia. Pemilihan penyedia didasarkan pada sebuah sample kemungkinan acak, dengan probabilitas seleksi proporsional dengan frekuensi lokasi tertentu yang disebutkan oleh rumah tangga. Tiga sampai empat fasilitas publik ditargetkan untuk wawancara di setiap wilcah; tingkat respon melebihi 99 persen di kedua tahun. Analisis ini berfokus pada data dari 992 fasilitas umum pada tahun 1993 dan 915 pada tahun 1997. Sampling untuk fasilitas sama di kedua tahun. Daripada panel fasilitas yang sama, data menggambarkan penyedia perawatan kesehatan yang tersedia di masyarakat yang sama pada dua titik dalam waktu.
Pengukuran kualitas. Kami fokus pada penilaian kualitas teknis untuk perawatan prenatal dan anak dan perawatan kuratif orang dewasa menggunakan skenario kasus klinis. Sebuah skenario dibacakan satu penyedia layanan per fasilitas. Dia kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan tentang kegiatan yang dilakukan selama mengambil sejarah, fisik, diagnostik, dan tindak lanjut. Pewawancara diberikan daftar prosedur yang sesuai dengan pedoman klinis, dan tanggapan dievaluasi terhadap pedoman. Skenario yang digunakan dalam IFLS yang diuji-coba sebelum pelaksanaan, dengan pengamatan langsung untuk memastikan kejelasan dan kesalahan pengukuran yang minimal. Metodologi Skenario kasus telah divalidasi dalam settings.10 lainnya Tanggapan diberi kode dengan menggunakan pedoman internasional dalam pertimbangan data yang tersedia. Untuk perawatan pralahir, kriteria sembilan belas diidentifikasi yang sesuai dengan prosedur untuk pengelolaan rutin pregnancies.11 Untuk skenario penanganan kuratif orang dewasa, orang dewasa disajikan dengan batuk dan demam. Sebelas kriteria untuk kasus ini sesuai dengan pedoman untuk pengelolaan terpadu penyakit orang dewasa di lingkungan dari prevalence.12 tuberkulosis tinggi Untuk presentasi dari seorang anak dengan diare dan muntah, dua belas kriteria diberi kode terhadap pedoman untuk pengelolaan terpadu penyakit masa kanak-kanak. 13 Nilai baku dinyatakan sebagai jumlah dari kriteria spontan disebutkan sebagai proporsi dari total. Nilai bertujuan untuk menangkap pengetahuan tentang prosedur berbasis bukti untuk prenatal, kuratif orang dewasa, dan perawatan anak kuratif. Untuk menguji kualitas relatif untuk penyedia lain, kita standar nilai dengan rata-rata 0 dan standar deviasi (SD) dari 1, dan variasi dalam kualitas yang dinyatakan dalam satuan SD.
Pengaturan klinis, kualifikasi penyedia, dan kualitas struktur dasar. Kami menggunakan data dari 1.907 pusat kesehatan masyarakat dan pusat kesehatan tambahan berfungsi sebagai lini pertama dan menyediakan fasilitas rawat jalan dan layanan pencegahan. Analisis ini digunakan laporan tentang tiga jenis utama dari profesional kesehatan: perawat, bidan, dan dokter. Secara nasional, 60 persen perawat menerima pelatihan tingkat kejuruan setelah sekolah SMP, sebagian besar memiliki sisa tiga tahun pasca-sekolah menengah diploma dari akademi keperawatan. Berbasis fasilitas bidan memiliki setidaknya diploma tiga tahun tingkat kejuruan di perawat-midwifery.14 Sebuah persen 81 diperkirakan dokter dokter dengan empat tahun pelatihan sarjana muda, sisanya adalah berbasis rumah sakit specialists.15 Selain staf, lainnya ukuran struktur kesehatan masyarakat dalam analisis termasuk ketersediaan mikroskop berfungsi, tempat tidur rawat inap, dan listrik.
Kesehatan infrastruktur dan faktor sosial ekonomi di tingkat kabupaten, masyarakat, dan tingkat rumah tangga. Kami termasuk serangkaian variabel kontrol mengenai infrastruktur kesehatan dan sosial ekonomi dari IFLS dan data lainnya set. Jumlah fasilitas kesehatan dan populasi berasal dari Survei Potensi Desa Statistik pada tahun 1993 dan 1996 (Potensi Desa, atau PODES). Menerjunkan oleh Biro Pusat Statistik Indonesia untuk mengumpulkan informasi mengenai infrastruktur untuk perencanaan nasional, PODES mengumpulkan data dari semua desa di Indonesia (sekitar 65.000). Kabupaten kekayaan diukur sebagai produk domestik bruto kabupaten (PDB), seperti yang diperkirakan oleh Biro Pusat Statistik, mengempis di seluruh daerah, dan dinyatakan sebagai nilai-nilai rupiah Indonesia 1993. Pada tingkat masyarakat, survei IFLS mengumpulkan berbagai data dari tokoh masyarakat mengenai infrastruktur lokal pada tahun 1993 dan 1997. Dari informasi ini, kami mengembangkan sebuah indeks infrastruktur masyarakat mengukur proporsi masyarakat dengan pasar formal, telepon umum, kantor pos, air minum terutama perpipaan, dan sistem pembuangan limbah dan sampah.
Variabel kontrol tingkat rumah tangga dari IFLS termasuk kekayaan, status kesehatan, dan usia dan pendidikan. Kekayaan diukur sebagai pengeluaran rumah tangga per kapita bulanan pada item makanan dan nonmakanan. Pendidikan ibu dan data umur dikumpulkan dari perempuan yang mengalami kehamilan antara 1990 dan 1997. Data pendidikan dan usia untuk semua orang dewasa dikumpulkan dari daftar rumah tangga untuk sekitar 10.000 pria dan wanita usia delapan belas tahun dan lebih tua setiap putaran. Analisis juga termasuk tinggi badan-banding-usia antara anak-anak usia 36-60 bulan pada saat survei. Tinggi-untuk-umur dinyatakan dalam satuan SD, atau z-skor, diturunkan dengan mengurangi tinggi badan masing-masing anak dari Pusat Nasional untuk Kesehatan (NCHS) standar acuan Statistik median dan membaginya dengan deviasi standar dari distribusi referensi untuk usia tertentu dan sex.16 Analisis. Kami pertama menilai perubahan dalam sumber daya manusia dengan wilayah. Variabel tergantung adalah ketersediaan dokter, dinyatakan sebagai variabel dikotomis, dan jumlah dokter, perawat, dan bidan, dinyatakan sebagai logaritma. Kami memeriksa pusat kesehatan masyarakat secara terpisah, mengingat bahwa kriteria staf yang berbeda menurut jenis fasilitas. Untuk mengidentifikasi perubahan dalam sumber daya manusia independen dari faktor lain, termasuk regresi tiga set utama kontrol: kriteria pemerintah untuk mengalokasikan staf kesehatan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyortiran pekerja kesehatan, dan status kesehatan masa lalu. Depkes mengalokasikan staf kesehatan berdasarkan fasilitas tetap dan kriteria penduduk menurut wilayah geografis, dan standar ini tetap tidak berubah sepanjang 1990s.17 Untuk mengambil kriteria ini, data tingkat kabupaten digunakan mengenai jumlah fasilitas dan penduduk, di samping fasilitas- tingkat data tentang tempat tidur rawat inap. Untuk mengontrol untuk alokasi sumber daya manusia berdasarkan kebutuhan kesehatan, analisis status kesehatan termasuk tertinggal yang diukur dengan tinggi badan-banding-usia z-skor untuk anak usia 36-60 bulan pada setiap putaran survei. Untuk menangkap penyortiran petugas kesehatan ke lokasi kaya, regresi termasuk belanja rumah tangga bulanan dan indeks infrastruktur masyarakat. Pengeluaran dan tinggi-untuk-usia data dari survei rumah tangga dinyatakan sebagai alat masyarakat. Terakhir, kita termasuk variabel dummy untuk gelombang survei kedua (1997-1998) untuk mengendalikan perubahan sosial dan politik di Indonesia yang mempengaruhi semua masyarakat. Semua model termasuk efek komunitas tetap, yang menyapu keluar dari regresi karakteristik lain yang sama untuk semua fasilitas di suatu masyarakat. Masyarakat tetap mengendalikan efek untuk alokasi sumber daya manusia berdasarkan karakteristik stabil lainnya, seperti kualitas pusat pelatihan regional dan standar kepegawaian oleh wilayah geografis. Jika petugas kesehatan secara konsisten bermigrasi ke daerah perkotaan atau ibukota negara, efek tetap juga kontrol untuk jenis ini bias migrasi. Untuk setiap variabel dependen, kami melaporkan hasil dari istilah interaksi yang memperkirakan perubahan dalam sumber daya manusia untuk daerah perkotaan dan pedesaan Luar Jawa-Bali dan pedesaan Jawa-Bali pada 1997 dibandingkan dengan variabel dihilangkan dari perkotaan Jawa-Bali. Analisis awal tidak menemukan perubahan signifikan dalam staf dari waktu ke waktu di daerah perkotaan Jawa-Bali.
Set kedua analisis meramalkan pengaruh sumber daya manusia pada kualitas perawatan. Analisis ini dikombinasikan pusat kesehatan dan pusat kesehatan tambahan, mengingat bahwa subcenters bergantung pada pusat-pusat kesehatan untuk dukungan teknis, pengelolaan kegiatan, dan arahan. Analisis eksplorasi dikonfirmasi efek yang signifikan pada kualitas untuk subcenters dengan akses ke dokter. Variabel dependen dalam regresi adalah nilai kualitas untuk perawatan prenatal dan anak dan perawatan orang dewasa kuratif dalam satuan SD dan sebagai nilai baku. Variabel penjelas kunci masing-masing jenis kategori staf menyatakan: 0, 1, dan 2 atau lebih dokter, karena perawat dan bidan, cut-off variabel kategoris adalah 0, 1, 2, dan 3 atau lebih banyak staf. Regresi ini dikendalikan oleh faktor rumah tangga dan masyarakat, termasuk kabupaten PDB, pengeluaran rumah tangga, infrastruktur masyarakat, usia, pendidikan, kualitas fasilitas struktural, dan variabel dummy untuk putaran survei. Dalam memprediksi penanganan kuratif orang dewasa, kita diganti usia ibu dan pendidikan dengan usia rata-rata dan pendidikan untuk pria dewasa dan wanita dalam masyarakat. Pendidikan dan usia dari data rumah tangga dinyatakan sebagai alat masyarakat.
Berbasis masyarakat pelayanan kesehatan kurang bergantung pada teknologi dan peralatan dari yang berbasis rumah sakit perawatan. Meskipun demikian, kami termasuk ukuran kualitas ketersediaan-fasilitas dasar struktural dari tempat tidur rawat inap, listrik, dan fungsi mikroskop-di samping jenis fasilitas. Serupa dengan regresi lainnya, kami termasuk efek komunitas tetap untuk mengendalikan faktor-faktor yang stabil dan waktu-varian yang sama bagi masyarakat. Hausman dan F-test menunjukkan bahwa fixed-efek model yang efisien dan tepat. Untuk mendapatkan perkiraan untuk penduduk yang mendasarinya, statistik deskriptif digunakan untuk menyesuaikan bobot sampel-sampel selama lebih di daerah perkotaan dan provinsi di luar Jawa; semua analisis disesuaikan untuk desain survei cluster.


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Dua faktor yang menentukan mutu pelayanan keperawatan/kesehatan, yaitu:  
§  Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia atau tenaga kesehatan (quality of care)
§  Penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan tugas (quality of services)
2.      Pelayanan keperawatan diberikan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan di tingkat primer, sekunder, dan tertier.
3.      Pelayanan keperawatan sebagai sistem dipengaruhi oleh input proses dan output.
4.      Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
5.      Pelayanan keperawatan berpengaruh dalam pencapaian mutu pelayanan kesehatan.
6.      Pelayanan keperawatan berkontribusi dalam pembangunan kesehatan nasional.
B.     Saran
Untuk mengatasi masalah kesehatan di indonesia  maka ada baiknya dilakukan 4 strategi utama, yaitu :
         Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
         Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
         Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
         Meningkatkan pembiayaan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

1.      Muninjaya, Gde, A. 2001. Manajemen Kesehatan. EGC : Jakarta.
2.      Mubarak, ikbal, wahid, SKM dan Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Salemba Medika : Jakarta
3.      Koentjoro, Tjahjono. 2007. Regulasi Kesehatan di Indonesia. C.V Andi Offset. Yogyakarta.
4.      Rachmad, habib. 2005. Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Gadjah mada Press : Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

PESONA CERDAS. Diberdayakan oleh Blogger.
 

PESONA CERDAS Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting